Rabu, 07 Desember 2011

POLITIK, PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN


Asnul Kabri

Soal :

1.      Untuk mewujudkan pendidikan masyarakat madani, apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah terhadap Reposisi dan Reaktualisasi Pendidikan Nasional?. Berikan argumentasi anda.

Jawab :
Masyarakat Madani (civil society) adalah masyarakat yang demokratis yang menjunjung tinggi kewibaan hukum serta taat dan patuh terhadap semua peraturan yang ada, suatu masyarakat ideal sebagaimana masyarakat yang pernah hidup dan ada pada zaman rasulullah Muahammad SAW di Madinah. Masyarakat Madani adalah masyarakat yang heterogen dimana antara komunitas satu dengan komunitas masyarakat yang lainnya dapat hidup berdampingan dengan aman, damai dan tentram. Terciptanya masyarakat madani merupakan proses yang panjang melalui berbagai tahapan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam me-reposisi dan me-reaktualisasikan Pendidikan Nasional adalah: mengevaluasi kembali kebijakan yang telah diperbuat, serta merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk masa yang akan datang. Karena kalau hal ini tidak dilaksanakan maka akan terjadi kejanggalan dalam melaksanakan sistim pendidikan yang telah jalankan. Dalam hal ini adanya keterlibatan dari pihak-pihak terkait yang berkompeten ketika mengambil kebijakakan tersebut.

Beberapa kebijakan baru pemerintah dalam bidang pendidikan sekarang ini merupakan implikasi dari keberadaan Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) Nomor 20 tahun 2003. Banyak pasal-pasal yang membutuhkan penjelasan secara detail dari peraturan pemerintah (PP) atau Undang-Undang (UU) tersendiri. Namun seringkali menjadi problem yang sangat pelik dan dilematis atas kebijakan yang diambil oleh pemerintah karena tidak menyentuh realitas yang sedang dihadapi masyarakat sekarang. Hal demikian disinyalir karena para pengambil kebijakan pendidikan masih didominasi oleh unsur birokrasi dan unsur kompromi politik, bukan dalam rangka pengembangan mutu pendidikan secara an sich.
Soal :
2.      Apa yang harus dilakukan oleh Pendidikan Nasional agar pengembangan profesionalisme guru dapat diwujudkan?. Berikan penjelasan beserta alasan-alasannya.

Jawab :
Pertama dan paling utama yang harus dilakukan oleh jajaran Kementerian Pendidikan Nasional untuk pengembangan profesionalisme guru adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) guru melalui Pendidikan dan Pelatihan secara kontinu. Bagi guru-guru yang dahulunya tamat SLTA sederajat seperti: Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Sekolah Guru Olahraga (SGO), Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Kursus Pendidikan Guru (KPG) seyogyanya harus diberikan peluang dan bahkan dibantu dana dan bea siswa untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.   

Berbicara mengenai profesionalisme guru, bermakna pula berbicara mengenai sumber daya manusia (SDM) yang bermuarakan pada pendidikan. Karna SDM akan dapat meningkat, jika jenjang pendidikannya semakin tinggi. Profesionalisme guru selain pendidikan juga dapat dibentuk melalui pelatihan-pelatihan. Semakin banyak pelatihan yang diikuti oleh seorang guru, maka akan semakin meningkat pula pengetahuan yang mereka dapati melalui pelatihan-pelatihan tersebut dan semuanya akan menunjang ke-profesionalan mereka dalam mendidik dan mengajar.

Disisi lain kesejahteraan seorang guru juga harus diperhatikan, seperti: sarana dan prasarananya harus tersedia dan memadai dengan baik, agar guru dapat konsentrasi dalam melaksanakan tugasnya dengan baik pula. Jika sarana dan prasarana memadai dan terpenuhi, maka tidak ada lagi alasan dalam bentuk apapun dari seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Selama ini, guru masih banyak yang kerja nyambi demi memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Disekolah mereka mengajar, sepulang dari tugas mengajar mereka melakukan berbagai aktifitas lainnya. Ada guru yang mengojek, menjadi buruh bangunan, dan sebagainya. Ini sangat sungguh memilu dan memalukan bagi profesi mereka, yang konon katanya “didaulatkan” sebagai tenaga kaum professional.!  
Dalam sebuah untaian syair lagunya Iwan Fals yang menceritakan sosok seorang bernama Umar Bakri, memiliki dedikasi dan integritas moral sangat tinggi dalam setiap langkah perjalanan hidupnya menjadi seorang guru dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Sebagai “Abdi Negara” yang hanya sarapan pagi cuma secangkir kopi, ke sekolah bersepeda butut saja, telah puluhan tahun lamanya mengabdi, Guru yang telah berhasil mendidik para Menteri-menteri dan membuat para muridnya  menjadi pintar laksana Habibie.  Namun amat disayangkan, gajinya kecil pun masih dikebiri. Ini merupakan potret buram dari profesi seorang tenaga profesional dalam lirik lagunya Iwan Fals dan sepertinya juga merupakan realitas sosial yang ada dan terjadi selama ini di tengah masyarakat kita.

Jadi citra profesi seorang guru, bukanlah menjadi pekerjaan yang diidolakan. Meskipun pekerjaan guru katanya pekerjaan yang paling mulia dan lagi profesional. Hal ini disebabkan kualitas pendidikan dan pelatihan mereka tidaklah memadai, serta gaji mereka yang serba kekurangan. Walaupun sekarang para guru telah diberi perhatian yang baik dari pemerintah dengan adanya sertifikasi guru, namun kadangkala dalam pelaksanaannya ada terjadi kelemahan dan kekurangan. 

 Soal :
3.      Apa yang dimaksud dengan “Pancasila merupakan akar ideologi dan politis dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia”?. Jelaskan dan berikan contoh konkrit dalam implementasinya.

Jawab :
Pancasila merupakan falsafah dan pandangan hidup Negara Indonesia. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara, Pancasila merupakan perekat dari seluruh komponen yang ada. Bahkan Pancasilapun dijadikan landasan operasional dalam menjalankan sistim pendidikan nasional kita pada saat ini. Sebagai akar ideologi dan politis pancasila dapat dijadikan rambu-rambu perjalanan bagi segenap lapisan masyarakat ketika ingin menyelenggarakan pendidikan untuk menjadikan masyarakat yang pancasilais.
Pendidikan mengenai Pancasila perlu dimasukkan ke dalam kurikulum Pendidikan Nasional agar permasalahan peserta didik dan masyarakat luas dapat diminimalisir. Revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terlebih pada pasal 37 merupakan sebuah keniscayaan agar Pancasila dapat dimaknai secara mendalam dan menjadi jalan bagi terbukanya rasa kebangsaan dan pembangunan karakter.
Terdapat 3 (tiga) alasan pentingnya pendidikan Pancasila. Pertama, adanya nilai ketuhanan dalam Pancasila. Kedua, adanya ajaran untuk mengedepankan toleransi dalam menyelesaikan setiap permasalahan dengan mufakat. Ketiga, adanya ajaran untuk bisa berbuat adil. Semua elemen pendidikan harus menyadari bahwa cetak biru pendidikan karakter suatu bangsa adalah ketika secara kontekstual dan sesuai dengan pradigma strata pendidikan mampu menemu dan kenali konsep dan strategi pendidikan karakter bangsa sebagai kurikulum mutlak yang menjadi dasar fundamental bagi setiap kelulusan siswanya. Bukankah hakikat dari pendidikan itu sendiri adalah pembentukan karakter. Sebagaimana halnya Pancasila, ketika dari ranah Ideologi memasuki ranah edukasi (pendidikan) yang semuanya akan berharap menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya dan berjiwa pancasilais.
Revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang sistim pendidikan nasional dinilai mendesak agar nilai-nilai Pancasila bisa msuk menjadi kurikulum pendidikan di semua jenjang. Memasukkan Pancasila dalam kurikulum pendidikan menjadi penting agar tidak sekedar hafalan teks mati tanpa makna. Disinilah, peran negara terutama pemerintah menjadi sangat dibutuhkan. Dengan mengajarkan dan menginternalisasikan pancasila sebagai ideologi, dapat membentuk kepribadian bangsa. Negara harus berperan sebagai pemandu arah sekaligus sebagai pengontrol dari sistim pendidikan pancasila, agar pancasila tidak sekedar menjadi dogma yang mati, beku, dan tidak inspiratif.
Pancasila sebagai sebuah ideologi, maka kekuatannya tergantung atas tiga dimensi yang terkandung di dalam ideologi itu sendiri. Adapun dimensi-dimensi tersebut adalah:

  1. Dimensi Realita, dimensi ini menunjukkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi itu secara riil berakar dan hidup dalam masyarakat, karena nilai-nilai dasar itu bersumber pada budaya bangsa.

  1. Dimensi Idealisme, dimensi ini menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar itu memberi harapan-harapan tentang masa depan yang lebih baik.

  1. Dimensi Fleksibilitas (Kelenturan), pada dimensi ini ideologi itu memiliki keluwesan dan kelenturan bahkan mendorong pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan perkembangan zaman, tanpa meninggalkan atau menghilangkan dan mengingkari terhadap jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
 
Soal :
4.      Ujian Akhir Nasional (UAN) menimbulkan pro-kontra dalam upaya peningkatan pendidikan.
  1. Sebutkan nilai-nilai positif dan negatifnya?
  2. Apa yang dapat anda sarankan untuk pengganti UAN?, jelaskan.

Jawab:
A.    Nilai Positif dan Negatif  dengan dilaksanakan UAN.

Ø  Nilai Positif dilaksanakan UAN menurut hemat saya adalah: jika memang UAN itu sendiri dilakukan secara murni, konsekuen dan dilandasi dengan komitmen yang tinggi dalam pelaksanaannya serta semua pihak siap menerima segala konsekwensinya dari hasil pelaksanaan UAN tersebut, itu adalah baik. Agar kita semua dari lapisan masyarakat dapat melihat peningkatan hasil belajar siswa/siswi kita setiap tahunnya dengan sistim standarisasi nilai dalam dunia pendidikan yang telah disepakati secara bersama.

Ø  Nilai negatif dilaksanakan UAN menurut hemat saya adalah:
1.                  Timbulnya rasa ketidak adilan dalam penerapan hasil standarisasi nilai UAN. Dalam standarisasi nilai kelulusan contohnya, sebagaimana kita ketahui bahwasanya seorang siswa harus mampu meraih nilai rata-rata 5,5 dari bidang studi yang di UAN kan berdasarkan jurusannya, pada semua sekolah yang terdapat di seluruh pelosok tanah air. Jika sekolah tersebut berada di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Makassar, Palembang dan sekitarnya untuk memenuhi nilai rata-rata kelulusan 5,5 mungkin ini bisa terjadi. Karena mereka mempunyai SDM (guru) yang handal, biasanya guru-guru yang berkualitas di tempat di perkotaan, memiliki fasilitas yang relatif lengkap seperti: Laboratorium IPA, Komputer dan  Bahasa, Listrik, Internet, Klinik Kesehatan, dsb yang memadai.
                 
Sedangkan sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan, di daerah yang rawan terjadi konflik horizontal dan bencana alam (terkadang belajar dan tidak), di daerah dan pulau-pulau terluar dari negara ini seperti Kepulauan Talaud di Provinsi Sulawesi Utara, Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau, dimana para guru yang bertugas disana jika ingin ke Manado dan ke Tanjung Pinang untuk keperluan memenuhi kebutuhan sekolah dan rumah harus menunggu dari keramahan cuaca.

 Jika cuaca ramah dan laut tidak ganas bergelombang, dapatlah mereka pergi ke ibu kota Provinsi untuk keperluan sekolah, jika tidak terkatung-katunglah urusan selama berhari-hari begitu juga untuk menjemput dan mengantar soal UAN terkadang mereka terlambat mengambil dan melaksanakan UAN dan terlambat pula menyerahkan berksas jawabannya yang semuanya menantikan keramahan cuaca pada saat itu. Ini juga menjadikan beban Psykologis terhadap Peserta UAN (siswa) dan guru mereka, bayangkan sekolah yang cukup terisolir tersebut, harus juga meraih nilai rata-rata  5,5 untuk semua mata pelajaran jika ingin lulus UAN.

2.                  Terjadinya “pembodohan secara sistemik” terhadap siswa/siswi kita, memang dalam hal ini tidak dapat kita generalisirkan. Kenapa terjadi “pembodohan secara sistimik”?. Ini merupakan satu kenyataan yang benar-benar terjadi ditengah masyarakat kita dan dalam institusi pendidikan. Menurut berita, beberapa kasus di beberapa sekolah pada saat pelaksanaan UAN mulai hari pertama dan sampai pada hari akhir semua siswa dan siswinya seakan-akan tidak merasai kalau mereka sedang menghadapi UAN, bahkan nyaris tanpa persiapan belajar  dirumah. Ramai para peserta UAN yang beranggapan bahwa guru merekalah yang pada hakikatnya akan mengisi jawaban UAN tersebut, jadi untuk apa belajar dengan sungguh-sungguh di rumah. Mengharapkan kunci jawaban UAN dari guru  telah mematikan daya “kreatifitas” dari siswa/siswi itu sendiri.

3.             Ada beberapa kasus yang telah menjadi catatan “kegagalan dan kecacatan” dalam pelaksanaan UAN tersebut diantaranya adalah: Beberapa tahun yang silam, di Provinsi Bengkulu contohnya: beberapa oknum petinggi Dinas Pendidikan Nasional tertangkap basah oleh aparat kepolisian dan wartawan dalam mengerjakan kunci jawaban soal UAN, serta ada konspirasi tingkat tinggi yang dilakukan oleh orang tua siswa/komite sekolah, guru, kepala sekolah, serta Dinas Pendidikan Nasional setempat demi lancar dan suksesnya menghadapi UAN. Ada anak pintar yang selalu mendapat rangking di kelas dan di sekolahnya, karena gagal dalam meraih nilai 5,5 dari mata pelajaran yang di ujiankan dalam UAN, maka dia tidak dapat lulus mengikuti UAN tersebut. Maka beberapa kasus di beberapa sekolah dalam hal ini banyak terjadi.

Orang tua / wali siswa tidak mau melihat kegagalan anak mereka dalam menghadapi UAN, guru juga malu jika anak didik mereka tidak lulus dalam hadapi UAN, kepala sekolah juga tidak tulus jika gagal menghantarkan anak didik yang jadi tanggung jawab sepenuhnya disekolah. Kepala Dinas Pendidikan Nasional baik di Kabupaten/Kota  serta Provinsi demi “gengsi”  juga tidak sudi melihat kegagalan yang terjadi di wilayah kerjanya. Jika ini terjadi, sungguh amat memilu dan memalukan air mukanya didepan para penguasa, yakni Bupati/Wali Kota dan Gubernur.
 
B. Saran Pengganti UAN:
      Alangkah lebih arifnya jika UAN itu dihapuskan saja, dan ketentuan kelulusan dibuat oleh pihak sekolah.  Seperti dengan sistim EBTANAS dulunya, semua siswa-siswi yang lulus  kebijakan tersebut ditentukan oleh pihak sekolah. Karena jika sistim UAN yang sekarang masih dipakai dan tidak direvisi dan dikaji ulang akan banyak terjadi penyimpangan dan ketimpangan dalam menerapkan sistim ujian bersekala nasional tersebut.

Mulai dari jajaran Kementerian Pendidikan Nasional di Pusat (Jakarta) sampai ke daerah harus melakukan evaluasi kembali dalam pelaksanaan UAN tersebut. Jika sistim UAN ini tetap juga berlanjut sama saja artinya “pembodohan secara sistemik” terhadap siswa dan siswi kita yang notabene nya adalah generasi penerus bangsa untuk masa depan. Karena menurut Soedjatmoko, mantan Rektor Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Tokyo – Jepang: Keputusan yang kita buat dan ambil sekarang merupakan moralitas kehidupan bangsa kita kedepannya. Jadi kalau dalam sistim ujian telah salah, anak diajarkan untuk “mengelabui” dan ”menipu” petugas dan pengawas dalam ujian, maka out put  yang dihasilkannya juga akan salah dan tidak berkualitas.!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar