Dampak
Ekonomi Sosial Pertambangan Tradisional
1.
Tujuan Ekonomi Sosial
Kedalam tujuan ekonomi sosial, terdapat tiga unsur penting yang
harus diperhatikan agar tujuan ekonomi dan tujuan sosial dapat dicapai secara
bersamaan, yaitu distribusi pendapatan, kesempatan kerja (employment), dan
bantuan bersasaran (targeted assistence)( diunduh 15-1-2012).
Pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan upaya peningkatan
kesempatan kerja dan upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Untuk
mencapai hal tersebut, segala bentuk rintangan yang menghalangi
akses masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan, pemanfaatan sumberdaya,
dan lain-lain, harus ditekan sekecil mungkin atau dihilangkan sama sekali.
Dalam
konteks industri pertambangan, misalnya dengan memberikan kesempatan berusaha
dan mengembangkan usaha bagi masyarakat kecil melalui pemberian pinjaman modal
(peningkatan sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas yang mampu
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan lain-lain.
Keberpihakan
terhadap kelompok masyarakat dipedesaan, wanita dan anak-anak, ataupun kelompok
masyarakat lain yang selama ini diabaikan, perlu dilakukan sehingga tujuan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan
kemiskinan dapat terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat
adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam mencapai pembangunan
yang berkelanjutan.
2. Tujuan
Ekonomi dan Tujuan Ekosistem
Kebijaksanaan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan sebagian besar mempunyai relevansi
terhadap konservasi sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Tanggapan
dan percepatan pembangunan ekonomi membutuhkan pemeliharaan lingkungan hidup
yang mendukung kegiatan ekonomi dan sosial yang dinamis, selain menentukan
kebijaksaan juga ditingkat nasional membutuhkan program-program di tingkat
lokal dan wilayah yang dapat dilaksanakan. Pembangunan nasional tidak akan
tumbuh pesat apabila kehidupan ekonomi wilayah dan lokal tidak dinamis, stabil
dan penuh ketidakpastian. Pembangunan juga tidak akan berjalan pesat apabila
anggaran belanja pembangunan tidak akan mencukupi.
Kecenderungan
yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah tidak memperhitungkan nilai-nilai
pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga, seperti nilai-nilai yang
terkandung dalam sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat akibat
pemanfaatan sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini
selanjutnya menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama
eksternalitas negatif) yang sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat harus menanggung beban sosial yang timbul dalam setiap, pemanfaatan
sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”. Beban sosial terbesar yang
harus ditanggung oleh masyarakat saat ini maupun masyarakat dimasa yang akan
datang adalah penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan, yang tentu saja
dalam jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.
Oleh
karena itu, maka dalam program-program pembangunan wilayah dan pemukiman
sekelompok masyarakat, harus memperhatikan tujuan ekosistem ini. Setiap program
yang akan dilaksanakan harus dievaluasi dampaknya terhadap lingkungan. Selain
itu, penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan (baik nilai
ekstrinsik maupun intrinsiknya) sangat diperlukan untuk menghindari, setidaknya
mengurangi, eksternalitas.
Jikalau
eksternalitas telah terjadi, maka upaya-upaya internalisasi berbagai dampak
keluar ini harus dilakukan, misalnya dengan bentuk-bentuk kompensasi. Dengan
demikian, segala aktifitas yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi ataupun efisiensi kapital (tujuan ekonomi) akan tetap memperhatikan
pengelolaan yang berkelanjutan.
3. Tujuan
Sosial dan Tujuan Ekosistem
Untuk
dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan lingkungan yang
lebih menekankan pada konservasi dan perlindungan sumberdaya, perlu memperhitungkan
mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk mendukung
kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan memberikan dampak
yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan jangka panjang
dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.
Selain itu, masalah hak kepemilikan
merupakan faktor penentu dalam pemanfaatan sumberdaya yang efisien, merata dan
berkelanjutan. Sumberdaya yang dimiliki oleh umum (tidak jelas hak
kepemilikannya) telah mengarah pada sumberdaya akses terbuka (open access),
dimana dalam keadaan ini, siapapun dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada tanpa
sedikitpun mempunyai insentif untuk memelihara kelestariannya. Pengukuhan
hak-hak kepemilikan akan memperjelas posisi kepemilikan suatu pihak sehingga
pihak tersebut dapat mencapai kelestarian (upaya konservasi) dan
mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya dari intervensi maupun ancaman
dari pihak luar (http://repository.usu.ac.id/.
Diunduh 15-1-2012)
Kearifan-kearifan
lokal harus dipahami dan dijadikan sebagai dasar landasan dalam membuat
program-program pengembangan wilayah tersebut. Untuk itu, masyarakat lokal,
sebagai pihak yang menguasai pengetahuan tradisional yang dimilikinya harus
diikutkan dalam upaya perumusan program-program tersebut. Jika hal ini dapat
dilakukan dan terealisasi, maka partisipasi aktif dari masyarakat dalam
pembangunan akan muncul dengan sendirinya.
4. Pembangunan
Sosial Ekonomi
Sukirno
(1985:23) “Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan
per kapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang”.
Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti
adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat
menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya proses
pembangunan itu diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat
berlangsung untuk jangka panjang.
Pembangunan
ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang
bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan proses
pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan
gambaran ekonomi suatu saat saja.
Pembangunan ekonomi berkaitan pula
dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling
berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan
pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti
pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk (Diunduh 15-1-2012).
Pembangunan
ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek
dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Oleh sebab
itu, sasaran pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Suryana (2000:40) adalah:
a.
Meningkatkan
persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan
untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.
b.
Mengangkat
taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan
lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar
terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga
diri baik individu maupun nasional.
c.
Memperluas
jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan
cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya
hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan
dan penderitaan.
Lebih
lanjut Suryana (2000:43) menyebutkan ada empat model pembangunan, yaitu:
Model pembangunan ekonomi yang
beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan
dan model pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar.
Berdasarkan atas model pembangunan tersebut, semua itu bertujuan pada perbaikan
kualitas hidup, peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja
baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal
untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas maksimal.
Tangdilintin
(Diunduh 15-1-2012):
Pembangunan sosial muncul dan ramai
diperdebatkan sejak awal tahun 1990-an. Topik perdebatan tidak hanya terbatas
pada substansinya, tetapi juga menyangkut terminologi yang dianggap lebih tepat
untuk mewakili gagasan baru itu. Ada beberapa terminologi yang ditawarkan,
antara lain Pembangunan Alternatif, Pembangunan Berbasis Rakyat, Pembangunan
Partisipatoris. Isu sentral dari gagasan tersebut adalah mencari alternatif
bagi pembangunan yang berfokus pertumbuhan, yang menempatkan uang sebagai yang
paling pokok (capital centered development), berubah menjadi pembangunan
sebagai proses yang manusiawi (people centered development). Kenyataan
bahwa pembangunan yang sangat berfokus pertumbuhan memang telah berhasil dengan
gemilang mewujudkan kemakmuran, tetapi gagal mewujudkan kesejahteraan yang
lebih merata, bahkan sebaliknya banyak membawa masalah yang sulit dicari
pemecahannya. Wawasan yang lebih luas mengenai pembangunan sosial, mulai
berkembang dan diterima secara luas pula pada tahun 1970-an, dengan berbagai
varian pemikiran yang dipelopori oleh berbagai disiplin ilmu yang bebeda.
Secara garis besar muncul berbagai pemikiran yang memberi makna yang berbeda
terhadap pembangunan sosial. Ada yang sangat menyederhanakan sebagai identik
dengan pelayanan (services), ada yang memberi makna sebagai pemenuhan
kebutuhan dasar (basic need), pembangunan mandiri, pembangunan
berkelanjutan, dan bahkan pembangunan etnis (ethnodevelopment).
Menurut
Paiva (dalam Munandar, 2002:52), pembangunan sosial adalah:
“Development of the capacity of people
to work continuosly for their own and society’s welfare.” Definisi ini
mewakili pemikiran pemberdayaan individu yang akhirnya secara luas dikenal
dengan people centered development. Pembangunan sosial sebagai paradigma
alternatif, menempatkan masyarakat sebagai pusat dari proses pembangunan dan
ekonomi sebagai cara untuk melayani kebutuhan manusia. Setiap orang,
pemerintah, atau lembaga apapun harus menghormati
arti kehidupan manusia secara global
yang bertanggung jawab terhadap generasi
berikutnya dan melindungi kelangsungan lingkungan hidup.
Menurut
Margareth ( Diunduh 15-1-2012) menyebutkan:
Model pembangunan sosial pada dasarnya
menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok
marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki
kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dicapai melalui (1)
upaya menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah
secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja, (2) menyediakan dan memberikan
pelayanan sosial khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan,
perumahan, serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Upaya
pertama mengarah pada penciptaan peluang bagi kelompok yang lemah secara
ekonomi. Upaya yang kedua mengarah pada peningkatan kemampuan mereka dalam
merebut dan memanfaatkan peluang yang telah diciptakan tadi. Untuk mewujudkan
kedua hal ini diperlukan adanya intervensi pemerintah, misalnya melalui
perundang-undangan yang mengatur quota (keterwakilan sosial) dalam
bidang pendidikan dan pekerjaan bagi golongan penduduk yang lemah.
Pembangunan
kesejahteraan sosial sejatinya menurut Suharto, (2005:67) adalah:
Segenap strategi dan aktifitas yang
dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, maupun sosial kemasyarakatan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan program pelayanan
sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat”.
Pembangunan
melalui investasi sosial mempunyai dampak langsung berupa penciptaan lapangan
kerja, prakarsa partisipasi dalam pembangunan yang lebih luas biarpun pada
awalnya dalam lapangan pembangunan sosial yang sederhana. Investasi dalam
pembangunan sosial
akan
meningkatkan produktivitas karena adanya rasa ikut memiliki serta kepercayaan
melalui partisipasi yang lebih ikhlas. Karena partisipasi itu dilakukan dengan
ikhlas, maka lebih mudah memberikan kepuasan berkat dipenuhinya hak-hak sosial
ekonomi dan budaya yang sangat mendasar yang akhirnya akan menciptakan suatu yang
mengharuskan negara memberikan dukungan fasilitasi yang kuat dalam proses
pemberdayaan yang lebih adil dan merata, yang memihak kepada keluarga atau
penduduk yang tertinggal.
Biarpun
pendekatan baru ini memerlukan dukungan pertumbuhan ekonomi yang memadai, namun
bukan tidak mungkin bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada awalnya tidak
akan tercapai. Proses pemerataan akan mengharuskan kesempatan kerja diupayakan
meluas secara horizontal sehingga keluarga dan penduduk yang tingkat
produktifitasnya rendah harus diberikan kesempatan pemberdayaan untuk dapat
bekerja agar rasa keadilan bisa ditegakkan. Karena penduduk yang kualitas dan
produktifitasnya masih rendah harus diusahakan bekerja secara merata, tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi bisa tidak tercapai. Kegiatan ekonomi harus lebih
dikuasi oleh pelaku yang terdiri dari rakyat biasa yang sedang berjuang untuk
maju. Karenanya, ketika pemberdayaan atau kesempatan kerja diberikan kepada
rakyat secara luas, pertumbuhan ekonomi tidak mungkin setinggi upaya yang
berorientasi pertumbuhan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Munandar,Utami. 2002. Kreatifitas dan Keberbakatan Strategi
Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan
Pendekatan. Penerbit Jakarta: Salemba Empat Edisi Pertama.