Minggu, 27 November 2011

POSITIVISTIK


BAB I

PENDAHULUAN

Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya abad ke-17, adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme.
Empirisme itu sendiri pada abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme. Dalam makalah ini akan dibahas tetntang seluk beluk positivisme dan penilaian atas implikasinya. Positivisme berkaitan langsung dengan perkembangan pola fikir manusia dan ilmu pengetahuan yang lebih kita kenal dengan istilah epistemologi positivistik.
Rumusan Masalah
1. Apa saja ciri-ciri positivistik?
2. Apa saja kelebihan dari epistemologi positivistik?
3. Kritik-kritik tehadap epistemologi positivistik?

 BAB II
PEMBAHASAN

I. POSITIVISTIK
Positivistik merupakan aliran filsafat yaitu positivisme berasal dari kata “positif”, ata positif disini dapat diartikan dengan factual yaitu sesuatu yang berdasarkan fakta. Positivisme mengutamakan pengalaman, hanya saja berbeda dengan Empirisme Inggris yang menerima pengalaman batiniah/subjektif sebagai sumber pengetahuan, positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah tersebut. Ia hanya mengandalkan fakta-fakta belaka.
Jadi epistemologi positivistik adalah teori pengetahuan yang didasarkan pada penglaman berdasarkan fakta.
A. Ciri-ciri Positivistik.
Epistemologi positivistik mempunyai ciri-ciri yang bertitik beratkan pada kata positivistik yang berasal dari salah satu aliran filsafat yaitu positivisme, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1.     Penekanan pada metode ilmiah. Metode ilmiah adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar tentang realitas. Telah ada upaya-upaya untuk membangun sebuah sistem yang menyatukan seluruh sains di bawah satu metodologi logis, matematis dan eksperiensial.
2.     Positivisme mendasarkan sesuatu pengetahuan atas prinsip verifikasi, sebuah kriteria untuk menentukan bahwa sebuah pernyataan memiliki makna kognitif. Sebuah pernyataan dikatakan bermakna jika dapat diverifikasi secara empiris. Segala pengetahuan haruslah sampai pada tingkat positif, barulah ia dapat memiliki makna kognitif.
3.     Filsafat pada pandangan positivisme hanyalah sebagai analisis dan penjelasan makna dengan menggunakan logika dan metode ilmiah. Karena matematika dan logika sangat diperlukan untuk menganalisa pernyataan-pernyataan yang bermakna.
4.     Bahasa filsafat mereka bangun dalam sebuah bahasa yang artifisial dan sempurna secara formal untuk filsafat, sehingga memperoleh efesiensi, ketelitian, kelengkapan seperti yang dimiliki sains-sains fisika.
5.     Ciri positivisme yang cukup radikal adalah penolakan terhadap metafisika. Mereka menolak metafisika disebabkan hal-hal yang metafisika tersebut tidak dapat diverifikasi secara empiris dan bukan merupakan tautologi yang bermanfaat. Sesungguhnya tidak ada cara untuk menentukan kebenaran atau kesalahannya dengan merujuk pada pengalaman.
6.     Penolakan positivisme yang sedemikian rupa terhadap metafisika ini juga mempengaruhi pandangan mereka terhadap agama dan etika. Bentuk agama yang tertinggi adalah evolusinya adalah agama kemanusiaan (religion of humanity) agama yang tiada merujuk pada Tuhan. Sedangkan etika bagi mereka adalah bentuk dari pernyataan emosi manusia yang mendiskripsikan sikap penolakan atau penerimaan terhadap sesuatu, yang semuanya tidak ada standarnya dan hubungannya dengan suatu yang transenden.
B. Kelebihan dari Positivistik
Adapun kelebihan daripadanya antara lain:
1. Dengan pandangan positivisme maka manusia akan terdorong dengan semangat optimisme untuk bertindak aktif dan kreatif.
2. Positivisme telah mendorong laju kemajuan di bidang fisik dan teknologi. Karena positivisme menganggap bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subyek dibelakang fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta.
3. Dengan munculnya pandangan tersebut, maka lahirlah model-model ilmu pengetahuan yang positif yang lepas dari muatan spekulatif, beserta hukum-hukumnya yang umum dan dinyatakan berlaku untuk segala-galanya.
4. Filsafat positivisme sangat berharga dalam usaha untuk lebih memahami implikasi penggunaan ilmu pengetahuan modern beserta teknologinya yang sangat menentukan hidup dalam kehidupan manusia dewasa ini.
C. Kritik Terhadap Positivistik
Beberapa kelemahan dari paham positivisme terutama di bidang penelitian yang pada akhirnya menimbulkan kritik adalah sebagai berikut:
1. Paham positivisme dalam usaha memecahkan suatu masalah di masyarakat bertitik tolak dari konsep, teori, dan hukum yang sudah mapan yang mungkin tidak relevan untuk situasi sosial yang khas dari masyarakat yang diteliti dan kurang mementingkan kepentingan praktis.
2. Penelitan lebih bersifat verifikasi terhadap teori-teori yang sudah ada, sehingga manfaat terapan untuk perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat dirasa sangat terbatas. Menurut Singarimbun (1989) teori baru tidak akan muncul dan berkembang karena bertitik tolak dari penalaran deduktif. Penalaran induktif baru digunakan untuk menguji hipotesis kerja dengan data empiris.
3. Kaum positivis mencari fakta-fakta atau sebab-sebab dari gejala sosial di masyarakat tanpa memperhatikan keadaan individu secara utuh.
4. Metode positivisme biasanya menggunakan pendekatan cross sectional studies dan bukan longitudinal studies. Penelitian cross sectional adalah penelitian dilaksanakan pada waktu tertentu. Contoh penelitian cross sectional adalah pelaksanaan sensus penduduk.
5. Responden dibagi ke dalam kategori-kategori tertentu atau klas-klas tertentu berdasarkan klasifikasi yang sudah ditentukan sebelumnya. Keutuhan responden sebagai individu diabaikan. Jadi pengelompokan responden tanpa melihat latar belakang mereka.
6. Dalam pengumpulan data dan informasi sering melibatkan banyak peneliti sehingga kurang efisien dalam pembiayaan atau segi finansial.
7. Analisis dilakukan setelah data dikumpulkan pada akhir penelitian. Umumnya menggunakan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif terus berkembang sejalan dengan berkembangnya program-program komputer.
 BAB II
KESIMPULAN

1. Secara garis besar epistemologi positivistik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut yaitu: (1) penekanan pada metode ilmiah, (2) mendasarkan sesuatu pengetahuan atas prinsip verifikasi, (3) penolakan terhadap metafisika, dan sebagainya.
2. Dengan adanya epistemologi positivistik maka mempunyai kelebihan diantaranya dan yang paling terpenting adalah kemajuan di bidang sains dan teknologi.
3. Walaupun terdapat kelemahan-kelemahan ataupun kritik terhadapnya namun penggunaannya di masyarakat sangat luas terutama untuk penelitian sosial. Metode penelitian di masyarakat leebih dikenal dengan “metode survei"

DAFTAR PUSTAKA

Bagoes Mantra, Ida, Prof., Ph.D., Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2004.
Muhajir, Noeng, Prof., Dr., H., Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, Rake Sarasin: Yogyakarta. 1998.
Munir, Misnal, Drs., M.Hum., dkk, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2006.
S. Praja, Juhaya, Prof., Dr., Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Prenada Media: Jakarta. 2003.
Salam, Burhanudin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Rineka Cipta: Jakarta. 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar