Minggu, 27 November 2011

NIETZSCHE VS IQBAL KEBERADAAN MANUSIA


PENDAHULUAN

A.   Friedrich Wilhelm Nietzsche
Who is that Nietzsche? Dia adalah seorang filsuf dari Jerman yang memiliki nama kepanjangan Friedrich Wilhelm Nietzsche, Friedrich Wilhelm Nietzsche (pengucapan bahasa Jerman: [fʁi ː dʁɪç vɪlhɛlm ni ː tʃə] , di Inggris UK: / ni ː tʃə / , AS: / ni ː tʃi / [1] ) Lahir pada tanggal 15 Oktober 1844, Nietzsche dibesarkan di kota kecil Rocken , dekat Leipzig , di Prusia Provinsi Saxony . (15 Oktober 1844 - 25 Agustus 1900). Orang tua dan kakeknya penganut Lutheran. Sejak remaja dia menggemari karya pujangga Johan Wolfgang Goethe (1749-1832), musikus Richard Wagner (1813-1883), dan filsuf Arthur Schopenhauer (1788-1860). Karya para tokoh besar kebudayaan Jerman itu memberikan pengaruh besar dan penting bagi pemikiran Nietzsche. Nietzsche belajar filologi dan teologi di Universitas Bonn, kemudian pindah ke Universitas Leipzig khusus untuk studi filologi. Dia menjadi bintang filologi di kampusnya. Selama sepuluh tahun dia mengajar di Universitas Basel. Profesor filologi Yunani klasik dan Latin itu terpaksa pensiun lantaran kesehatannya buruk. Dia bergulat menghadapi penyakitnya dengan mengembara dari kota ke kota di Jerman, Italia, dan Swiss untuk mencari cuaca yang bagus bagi kesehatannya. Dalam pengembaraan itu, dia menggarap karya-karya utama filsafatnya. Nietzsche meninggal di Weimar pada 25 Agustus 1900. Secara biologis, Nietzsche sudah mati. Tapi secara filosofis, pemikirannya masih eksis. Dia menulis banyak teks yang berisikan kritik atas agama, budaya kontemporer, moralitas, filsafat, dan ilmu. Dia menulisnya dengan menggunakan gaya bahasa Jerman yang khas dan menunjukkan kesukaannya terhadap bahasa metafor, ironi, dan aforisme. Nietzsche tetap substansial dalam maupun di luar filsafat, terutama di eksistensialisme dan postmodernisme.
B.   Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal (Sialkot, 1877 – 1938), penyair, filsuf, pengacara, dikenal luas sebagai Bapak Spiritual Pakistan. Pidatonya di Liga Muslim pada tahun 1930, telah membantu meluncurkan gerakan yang bertujuan untuk membagi Asia Selatan jajahan Inggris ke dalam dua negara, Pakistan Muslim – dan India – Hindu yang sama-sama berdaulat. Di dunia politik, iqbal juga dikenal sebagai “ruh” penggerak modernisme Islam di Asia Selatan.
Nama Iqbal di kalangan muslimin pada masa sekarang ini bukanlah nama yang asing. Ia dikenal terutama sebagai seorang ulama besar yang memadukan kemampuan pemikiran dan penyairan sekaligus. Kenyataannya, baik sebagai penyair maupun sebagai pemikir, ia menduduki tempat yang sangat terpandang. Sebagai seorang penyair, ia telah menyajikan karya-karya puisi yang mampu memadukan nilai-nilai pemikiran filosofis, etika dan estetika dalam sebuah paduan yang sublim. Sebagai pemikir, ia telah mewariskan suatu karya filasafat yang hingga kini masih sulit dicarikan bandingannya di kalangan pemikir muslim abad dua puluh ini.
Sukar untuk dipastikan, apakah Iqbal cenderung lebih sebagai seorang pemikir-penyair ataukah sebagai seorang penyair-pemikir. Karya filsafatnya hanya berupa dua buku, yaitu The Development of Metaphysics in Persia dan The Reconstruction of Religious Thought in Islam, sedangkan karya puisinya berjumlah sekitar sepuluh buah kumpulan puisi. Meskipun begitu, karya-karya puisinya itu, disamping merupakan karya-karya puisi yang sublim, juga mengandung percikan-percikan pemikiran yang mendalam.

 PEMBAHASAN
KEBERADAAN MANUSIA

 A.   Latar Belakang Keberadaan Manusia
Sekarang sampailah kita pada topik baru mengenal manusia. Kita akan membicarakan tentang beberapa hal yang terkait dengan manusia, yaitu asal usulnya, bahan bakunya, strukturnya, serta proses keberadaannya, martabatnya, kedudukan dan tugasnya, pedoman dan bekalnya,Tanggungjawabnya, penilaiannya dan alat penilainya dan lain-lain.
Mengapa keberadaan manusia dibahas sedemikian detail, tak lain adalah agar manusia mengetahui darimana sebenarnya ia berasal, dan akan kemana ia harus pergi, dan apa yang harus dikerjakannya dengan posisi yang dimiliki sekarang ini. Ketaktahuan manusia akan dirinya, atau tersesatnya pengetahuan atas dirinya, hanya akan menyebabkan semakin jauh ia dari tuntunan dan aturan hidup yang benar, makin tersesat ia dari cahaya, dan akan tersesat ia dalam kegelapan yang semakin pekat.
Maka ia harus segera mengetahui persoalan ini, agar ia tak tersesat dengan informasi yang terkadang dibungkus dengan hal-hal yang kelihatannya ilmiah dan masuk akal, hingga melepaskan keimanannya , serta bahkan meragukan kandungan Al Qur’an.
Manusia diciptakan oleh Allah, itulah yang dikatakan Allah dalam firmannya yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dikatakan,” Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,” [2:21].
Jadi manusia, baik manusia pertama maupun manusia selanjutnya adalah ciptaan Allah. Manusia pertama dalam banyak riwayat disebutkan adalah nabi Adam. Secara singkat diceritakan bahwa manusi pertama diciptakan Allah dari tanah, “Sesungguhnya misal [penciptaan] ‘Isa di sisi AllAh, adalah seperti [penciptaan] Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’ [seorang manusia], maka jadilah dia.” [3:59]
Setelah terbentuk sempurna Allah lalu meniupkan Ruh pada Adam, dan menaruhnya di Surga. Bukan itu saja, Allah lalu menciptakan pasangan bagi Adam, lalu mereka menerima perintah dan larangan. Akan tetapi karena terbuai dengan bujuk rayu Iblis, maka Adam yang melanggar aturan Allah lalu diturunkan kebumi. Di bumi Adam bertaubat dan mengakui kesalahannya serta minta ampun kepada Allah. Permintaan ampun adam yang tulus, menyebabkan Allah mengampuni dosa-dosanya, hingga setelah sekian tahun melewati kehidupannya, serta sudah sekian banyak melahirkan keturunannya, maka sesuai dengan sunnatullah, maka meninggallah Adam, dan kelak ia akan menjadi penghuni surga kembali.
Keturunan Adam juga mempunyai proses keberadaan yang hampir sama pula. Dari tanah, saripati tanah, kemudian terbentuklah sperma dan ovum, segumpal darah, daging, tulang, tulang yang terbungkus daging, dan pada 120 hari maka ditiupkanlah ruh oleh malaikat. Lalu ia akan dilahirkan, tumbuh kembang sampai waktu tertentu, kemudian akan mengalami kematian, dan masuklah ia ke dalam alam kubur. Suatu saat ia akan di bangkitkan di padang mahsyar dan terakhir ia akan ditentukan, masuk surga atau neraka berdasarkan amal-amalnya. Allah menerangkan proses keberadaan manusia ini dalam QS 23 : 12-16.
12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati [berasal] dari tanah.
“13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani [yang disimpan]
dalam tempat yang kokoh [rahim].
“14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang [berbentuk] lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
“15. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.
“16. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan [dari kuburmu] di hari kiamat.”

Demikian, Allah telah menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang proses keberadaan manusia, agar manusia mampu merenunginya, serta mengambil pelajaran, bahwa ia hanyalah hamba Allah yang dicipta Allah untuk beribadah kepadanya.
Persepsi-persepsi yang mengatakan bahwa manusia berasal dari sebuah evolusi dari kera, atau bahkan proses selanjutnya hanyalah proses biologis yang berlangsung wajar begitu saja tanpa campur tangan Allah, tentu tidak dapat diterima, karena tidak demikain Allah menceritakan.
Karenanya seorang muslim harus berterimakasih kepada Allah serta menjaga hidupnya agar selalu berhati-hati, karena sebenarnya ia akan menghadapi sebuah konsekwensi yang sangat luar biasa, hidup di surga atau tinggal di neraka.

B.   Keberadaan Manusia Menurut Friedrich Wilhelm Nietzsche
“Yang lemah itu hanya akan ditindas oleh yang kuat” jadi tidak ada alasan untuk menjadi budak dan lemah. Jika diibaratkan dengan binatang, tidak ada seekor singa dibunuh oleh kijang! Singalah yang membunuh kijang. Tetapi dalam hal ini kita sama-sama manusia, tidak ada perbedaan signifikan secara fisik antar manusia yang membuat kita selalu menjadi orang yang ditindas. Bukan masalah besar kecil badan, tetapi masalah apakah kita bisa “membunuh” lawan kita atau tidak, jika kasihan berarti mental budak.
Menurut Nietzsche, rasio yang diagungkan kebudayaan Barat membuat dunia ditatap berat sebelah karena membuat dunia tak diterima apa adanya. Rasio tidak menemukan dunia apa adanya, namun menaklukan dunia sesuai dengan kehendak manusia, sesuai isi kepala manusia belaka. Rasio tak utuh memandang dunia, bahkan juga mengelirukannya. Rasio meringkus dunia melalui bahasa, konsep, atau ide sesuai kehendak manusia, dan bukan menerima kehadiran dunia apa adanya. Bagi Nietzsche, dunia adalah bauran segalanya (baik-buruk, benar-salah, jahat-baik) dan terus berubah. Menurut Nietzsche, dunia adalah chaos (bauran kenyataan-kenyataan) yang menurutnya diterima saja apa adanya. Amor fati (cintailah nasib), katanya. Nietzsche sendiri menyatakan, man is something that is to be surpassed (Manusia adalah sesuatu yang harus dilampaui). Atau dengan yakin ia menyatakan, what is great in man is that he is a bridge and not a goal; what is lovable in man is that he is an over- going and down-going (Apa yang agung dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah jembatan dan bukan tujuan; apa yang patut dicinta dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah perjalanan naik dan turun).
Menurut Nietzsche, manusia adalah Kehendak untuk Kuasa (der Wille zur Macht).[1] Maka, dunia dan kebenaran adalah sesuai yang dikehendaki manusia. Rasio menyeleksi dunia sesuai yang dikehendaki manusia, dikuasai seturut kehendak manusia, dan manusia memilah-milah dunia ke dalam kategori moral (baik-buruk, benar-salah). Bagi dia, yang terpenting adalah kuat-lemah manusia menghadapi dunia yang chaos itu. Nietzsche melancarkan Penilaian Ulang Nilai-Nilai (Umwerthung aller Werte) untuk melawan rezim atau dogma nilai-nilai yang melatari dekadensi kebudayaan Barat yang melahirkan manusia lemah, manusia bermoral budak, bukan manusia bermoral tuan. Pemikiran filsafat Nietzsche mengguncang filsafat dan kebudayaan Barat pada akhir abad ke-19 dan menggelorakan kabar dekadensi filsafat dan kebudayaan Barat. Menurut dia, tak ada manusia-manusia agung yang lahir dalam kebudayaan Barat yang dekaden itu. Dia mengangankan kebudayaan Yunani klasik (pra-socratik) yang memandang dunia apa adanya, menciptakan kebudayaan ascenden (meninggi), dan melahirkan manusia-manusia agung. Nietzsche menciptakan sosok ideal untuk menghadapi senjakala kebudayaan Barat itu: ubermensch (uber: melampaui; mensch: manusia), yaitu makhluk yang melampaui (bukan menolak) tata moral baku (baik-buruk, benar-salah). Watak ubermensch mencipta moral baru, melampaui moral umum. Ubermensch adalah sang pelampau. Bagi dia, manusia berada di antara satwa dan ubermensch.[2]
Nietzsche berpendapat, bahwa semua perasaan manusia itu berasal dan berkembang dari satu dorongan tunggal, yakni kehendak untuk berkuasa. Perasaan-perasaan manusia, walaupun berasal dari sumber yang sama, tetapi ekspresinya sangatlah berbeda satu sama lain. Manusia memiliki banyak dorongan di dalam dirinya, seperti dorongan untuk bekerja, untuk makan, untuk berhubungan seks, dan sebagainya. Dorongan yang satu mempengaruhi dorongan lainnya. Tidak ada satu dorongan yang mendominasi semuanya. Hasrat dan perasaan manusia adalah suatu sistem dinamis, di mana keseimbangan bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Keseimbangan bukan berarti tidak ada perubahan, tetapi perubahan yang stabil. Nietzsche lebih jauh berpendapat, bahwa kreativitas manusia tidak bisa lenyap, tetapi bisa dibuat menjadi tidak berguna. Caranya adalah dengan menghilangkan fokus pada tujuan spesifik. Dorongan, hasrat, dan keinginan akan menjadi ketidakteraturan yang destruktif, jika tidak mempunyai arah yang jelas. Inilah yang disebut sebagai akrasia, yakni kehendak yang lemah (weak will). Kehendak yang lemah ini tampak dalam ketidakmampuan manusia untuk menata dorongan perasaan maupun hasratnya. Lemahnya kehendak membuat dorongan-dorongan di dalam diri manusia menjadi kacau. Akibatnya, manusia bisa hancur, karena hasratnya sendiri. Manusia dibunuh oleh hasratnya sendiri. Jika sudah begitu, kreativitas pun hanya tinggal nama.

C.   Keberadaan Manusia Menurut Muhammad Iqbal
Manusia adalah misteri terbesar yang diciptakan Tuhan di dunia, padanya Tuhan tidak hanya membentuk sesuai dengan citra-Nya, akan tetapi sudah menjadi kehendak-Nya bahwa manusia akan menjadi mitra kerja-Nya di dunia. Pengertian manusia adalah pemahaman secara menyeluruh menyangkut aspek ruhani dan jasmani serta tidak dapat dipisah-pisah antara satu dan lainnya, karena keduanya bersama-sama ada dan merupakan suatu keutuhan dan keseluruhan baru, yang merupakan diri yang selalu hidup, serba lain dari pada hidup raga saja atau jiwa saja dalam dirinya sendiri, dan penyatuan antara keduanya merupakan kekuasaan Tuhan. Allah, dalam al-Qur’an secara sederhana menggambarkan keunikan serta kelebihan manusia daripada ciptaan Tuhan yang lain. Hubungan antara pikiran dan tindakan yang membentuk kesatuan kesadaran manusia yang menjadi pusat kepribadiannya merupakan ciri khas individualitas manusia. Hal inilah yang menjadi ukuran kesempurnaan manusia sebagai khalifah Allah di bumi.
Dalam sejarah pemikiran, baik dalam kajian filsafat manusia maupun tasawuf manusia merupakan kajian yang selalu menarik untuk di kaji, dari hal ini kajian manusia ideal dalam pandangan Iqbal merupakan hal yang tidak dapat di hindari dalam memandang manusia baik dari perspektif filsafat, tasawuf, dan agama. Manusia ideal dalam pandangan Iqbal merupakan manusia yang mempunyai kesucian ruhani yang mampu menyerap sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya (ego kecil), sehingga dengan menyerap sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya, di harapkan mampu mengantarkan dirinya pada kualitas manusia sempurna (insan kamil). Disamping itu pula manusia harus mampu mewujudkan dan mengaplikasikan sifat-sifat Tuhan ke dalam kehidupannya. Di sinilah Iqbal memandang manusia ideal merupakan puncak dari segala kehidupan yang di inginkan oleh Tuhan. Dengan mengemban sebuah amanah sehingga pantas manusia mendapatkan gelar sebagai khalifah Allah di bumi.
Manusia sebagai individualitas yang unik yang memungkinkan seseorang untuk memikul beban orang lain, dan menamainya hanya berkenaan dengan apa yang telah diusahakan, karena Qur’an diarahkan untuk menolak ide tentang penebusan. Apapun pandangan kita tentang diri perasaan, identitas diri, jiwa, kemauan hanya dapat diuji dengan peraturan-peraturan pikiran yang di dalam cirinya bersifat hubungan, dan “semua hubungan melibatkan pertentangan”.
Dengan mudah kita dapat mengakui bahwa ego, dalam keterbatasannya, tidak sempurna sebagai kesatuan kehidupan. Ego mengungkap ego itu sendiri sebagai kesatuan dari apa yang kita namakan keadan mental. Keadaan mental tidak berada dalam tempat yang saling terpisah. Keadaan-keadaan mental saling berarti dan saling berkaitan, atau katakanlah peristiwa-peristiwa merupakan jenis kesatuan yang khusus. Secara mendasar hal ini berbeda dengan kesatuan material; karena kesatuan material dapat berada pada tempat yang saling terpisah. Kesatuan mental benar-benar unik. Kita tidak dapat mengatakan bahwa salah satu kepercayaan diletakkan di sebelah kanan atau sebelah kiri kepercayaan saya yang lain. Oleh karena itu ego tidak terbatas pada ruang, sedang tubuh terbatas oleh ruang. Peristiwa fisik dan mental berada dalam waktu, tetapi waktu ego secara mendasar berbeda dengan waktu peristiwa fisik. Durasi waktu fisik dibentangkan dalam ruang sebagai fakta sekarang; durasi ego dikonsentrasikan di dalamnya dan dicakup dengan masa sekarang dan masa depannya dengan cara yang unik.
Ciri penting yang lain dari kesatuan ego merupakan privasinya yang mendasar yang mengungkap keunikan setiap ego. Untuk mencapai kesimpulan yang pasti, semua premis silogisme harus diyakini oleh seseorang dan akal yang sama. Jika saya percaya kata-kata “ semua laki-laki adalah makhluk hidup” dan akal yang lain percaya kata-kata “Socrates adalah seorang laki-laki”, tidak ada kesimpulan yang mungkin. Hanya memungkinkan jika saya percaya kedua dalil tesebut. Lagi, hasrat saya terhadap sesuatu yang pasti pada dasarnya milik saya.
Bentuk lain pembuatan manusia sebelumnya “ mengembangkan dasar organisme fisik – kumpulan sub ego yang lebih mendalam yang bertindak dalam diri saya, dan membiarkan saya untuk membangun kesatuan pengalaman yang sistematis. Sesuatu yang lain di luar saya dikira memiliki sifat-sifat tertentu yang dinamakan  dasar, mengacu pada sensasi tertentu dalam diri saya, dan saya membenarkan kepercayaan saya tentang sifat-sifat tersebut dengan dasar penyebab harus memiliki kemiripan dengan pengaruhnya. Tetapi tidak perlu ada kemiripan antara sebab dan pengaruhnya.
Manusia punya aspek ruang tetapi ini bukan aspek manusia saja. Ada aspek alain selain aspek manusia, yaitu penilaian, karakter kesatuan dari pengalaman yang bertujuan, dan pencarian kebenaran yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dari studinya, serta pengertian yang memerlukan kategori-kategori lain yang disiratkan oleh ilmu pengetahuan.
Manusia sesamu hidupku! Seluruh kehidupanmu, seperti jam waktu, akan selalu baru, dan akan terus berlalu. Di dalam lingkaran ini, engkau hanyalah sebutir pasir, akan terus bersinar tanpa kesudahan!”[3]
 
PENUTUP
 Nietzsche menggambarkan doktrinnya sebagai pandangan kehidupan yang akan membuat keabadian dapat diterima. Harapan tentang kejadian kembali dari kombinasi pusat-pusat energi yang merupakan pengalaman pribadi berupa faktor yang perlu dalam kelahiran kombinasi yang dinamakan (der Wille zur Macht), “manusia unggul” (superman). Maka, dunia dan kebenaran adalah sesuai yang dikehendaki manusia. Rasio menyeleksi dunia sesuai yang dikehendaki manusia, dikuasai seturut kehendak manusia, dan manusia memilah-milah dunia ke dalam kategori moral (baik-buruk, benar-salah). Nietzsche lebih jauh berpendapat, bahwa kreativitas manusia tidak bisa lenyap, tetapi bisa dibuat menjadi tidak berguna. Caranya adalah dengan menghilangkan fokus pada tujuan spesifik. Dorongan, hasrat, dan keinginan akan menjadi ketidakteraturan yang destruktif, jika tidak mempunyai arah yang jelas. Inilah yang disebut sebagai akrasia, yakni kehendak yang lemah (weak will).
Dengan ketidak ketenangannya terhadap teori tentang manusia yang di muntahkan oleh Nietzsche, dengan perasaan yang gundah Muhammad Iqbal melepaskan peluru dari senjata pikirannya yang menentang Nietzsche tentang manusia supernya (superman/ der Wille zur Macht) yang mengatakan bahwa manusia unggul telah ada dalam jumlah waktu yang tak terbatas sebelumnya. Kehadirannya tak dapat dihindarkan, kita dapat beraspirasi hanya untuk sesuatu yang benar-benar baru, dan yang baru tersebut tidak bisa dijangkau dengan pemikiran dalam pandangan Nietzsche yang tidak lebih daripada Fatalisme yang lebih buruk daripada yang dirangkum dalam kata “Qismat” (takdir). Suatu doktrin yang jauh dari memberi petunjuk organisme manusia untuk perjuangan kehidupan, cenderung merusak tendensi tindakan dan mengurangi tekanan ego.
  
KEPUSTAKAAN

 Iqbal, Muhammad, 2002, Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, Jogjakarta : Lazuardi.
 Muhammad, Goenawan, 2005, Setelah Revolusi Tak Ada Lagi, Edisi Revisi, Jakarta : Pustaka Alvabet.
 Santosa, Akhmad, 2009, Nietzsche Sudah Mati, Cetakan Pertama, Jogjakarta : Kanisius.

 

[1] Goenawan Muhammad, Setelah Revolusi Tak Ada Lagi, Edisi Revisi, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005, hal. 139
[2] Akhmad Santosa, Nietzsche Sudah Mati, Cetakan Pertama, Jogjakarta : Kanisius, 2009, hal. 98.
[3] Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, Jogjakarta : Lazuardi, 2002, hal. 163.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar