Kamis, 17 November 2011

AKAR GERAKAN ORIENTALISME (Dari Perang Fisik Menuju Perang Fikir

JUDUL ASLI        :    AL ISTISYRAQ WA AL-MUSTASYRIQUN
PENGARANG      :    Dr. ADNAN M. WIZAN
PENTERJEMAH   :    A. ROFIQ ZAINUL MUN’IM & FATHUR ROHMAN
PENERBIT            :    FAJAR PUSTAKA BARU
CETAKAN            :    PERTAMA
TAHUN                 :    JANUARI 2003
HAL                       :    254

A.    PENDAHULUAN
Buku ini pada mulanya merupakan artikel ilmiah berkala dengan tema Dakwah al-Haq yang diterbitkan oleh Asosiasi Dunia Islam (Rabithah al-‘Alam al Islami) di Makkah sebagai kontribusi penulis dalam rangka dakwah Islamiah dan menyeru kepada kelimat Tauhid. Fokus utama kajian buku ini adalah mengenai akar gerakan orientalisme dan para orientalis.

B.     PEMBAHASAN
1.      Oreintalisme Defenisi dan Sejarahnya
Orientalisme atau kajian ketimuran, secara terminologis biasanya identik dengan paradigma berpikir. Atau lebih tepatnya pengkajian terhadap peradaban masyarakat timur secara umum, dan peradaban Islam dan masyarakat Arab secara khusus. Pada mulanya wilayah kajian orientalisme hanya terbatas pada kajian keislaman, peradaban Islam, bahasa dan sastra Arab. Kemudian wilayah kajian ini meluas dan mencakup seluruh aspek kajian ketimuran (The Orient), yakni mulai dari aspek bahasa ketimuran, agama-agama timur, adat istiadat, hingga budaya ketimuran. Fokus utama kajian orientalis adalah agama Islam dan bahasa Arab, karena keduanya merupakan faktor terbesar dari ketertarikan orientalis dan menggambarkan kontroversi gagasan, politik, teologi yang mewarnai kehidupan masa kini.
Para orientalis umumnya adalah keturunan Yahudi, Nasrani dan setiap orang yang mengikuti jejak dan terinspirasi oleh mereka, yaitu generasi non-Yahudi dan non-Nasrani, termasuk kaum muslimin yang kebarat-baratan (westernist), yang keluar dari agama  Islam karena sependapat dengan gagasan dan ide-ide orientalis.
Oreintalisme merupakan bagian integral dari gerakan misionasri dan imperialisme kolonialisme. Keduanya – misionari dan imperialisme -  merupakan bagian dari perang salib kontemporer dengan pola-pola modern yang menjadikan perang gagasan dan ide (al ghazwul al fikr) sebagai bentuk lain dari perang materialistik. Sikap ini merupakan strategi alternatif dari sistem militeristik dan imperialisme kolonialis yang secara resmi melakukan obligasi dan mengingkari kebenaran.
Orientalisme adalah praduga baru yang berkedok keilmuan dan kependetaan dalam kajian yang sangat berbeda dari setting keilmuan dan independensi. Mayoritas orientalis dibayar untuk menghina Islam, mendeformasikan kebajikan, dan merekayasa kebenaran. Dr. Musthafa al Siba’I memetakan orientalis secara global sebagai berikut:
a.         Buruk sangka dan salah paham terhadap maksud, tujuan dan problematika Islam.
b.         Buruk sangka terhadap masyarakat, pemuda, ulama, dan tokoh-tokoh Islam.
c.         Mendeskripsikan masyarakat Islam pada beberapa abad yang silam.
d.        Mendeskripsikan peradaban Islam dengan gambaran keliru dan mendiskreditkans esensi, pengaruh dan kontribusinya.
e.         Minimnya pengetahuan orientalis tentang realitas citra masyarakat Islam dan berusaha memberikan pernyataan tentang moralitas bangsa dan tradisi negara Islam.
f.          Menjadikan teks berdasarkan rasio dan kepentingan-kepentingan mereka.
g.         Mereka terkadang merubah manuskrip-manuskrip dengan maksud menciptakan kerancuan dan kekacauan.
h.         Mereka mengkalim sumber-sumber referensi yang telah mereka nukil.
Oreintasi umum mereka dalam melakukan studi ketimuran adalah mencetak ulang pengalaman masa lalu walaupun pola-pola penginjilan telah mengalami modifikasi. Bagi mereka modifikasi penginjilan adalah untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola kontemporer.
Orientalisme awal mulanya didirikan oleh para pastor, pendeta, misionaris dan penginjil yang kemudian berlanjut kepada imperialisme dan kolonialisme guna menciptakan kapitalisme pemikiran sebagai bentuk penginjilan (misionari), dan menciptakan kekuatan pedang sebagai bentuk pola-pola misionarisme kolonialisme.
2.      Orientalisme Maksud dan Tujuannya
Pemaksaan diri menuju pertempuran wacana dan gagasan bertujuan untuk menggoyahkan nurani, melakukan intimidasi, dan memberangus jati diri keislaman dengan maksud menelanjangi integritas teologis dan tradisi kaum muslim. Diantara tujuan orientalis adalah mencegah dan melarang bangsa yang tidak beragama Islam untuk memeluk agama Allah, agama kebenaran. Orientalis berusaha melakukan deformasi terhadap realitas Islam dengan menampilkan wajah Islam yang keliru dan pengambaran  yang tidak sepatutnya agar dapat diterima oleh Yahudi dan Nasrani. Tujuan dari orientalis sendiri adalah skeptisisme dan menyebarkan nilai-nilai negatif seputar Islam dan nabi Muhammad SAW. Secara universal, orientalis berpendapat bahwa syari’at Islam dengan berbagai sumber-sumber hukumnya, baik berupa al Qur’an Sunnah, dan ijtihad adalah kreasi manusia.
Manipulasi berbagai isu dalam beberapa karya orientalis mengantarkan mereka kepada pemetaan masyarakat muslim kedalam bererapa golongan,firqah dan kelompok, kemudian mereka menjadikannya sebagai solusi atas terjadinya skeptisisme. Sebagaimana dijadikannya mazhab-mazhab tharikat sebagai jalan berinteraksi dengan tasawuf yang biasanya diarahkan pada pola-pola praktek kependetaan dan pasrah diri. Mereka mengatakan bahwa tasawuf merupakan faktor utama penyebaran Islam. Tujuan dengan digalangnya propaganda tasawuf dan jalur-jalur sufi adalah mencegah kaum muslim melakukan jihad, terjadinya kemandekan wacana dan dan pemberangusan gerakan intelektual.
Tujuan-tujuan orientalis yang lebih simpel, yaitu sebagai berikut:
a.       Mengklaim Islam sebagai agama yang sesat. Agama Islam menyebarkan teologi yang sesat dan memaksa suatu bangsa dengan menggunakan pedang untuk menerima teologi tersebut, sehingga manusia tunduk tanpa syarat.
b.      Mengklaim bahwa dakwah nabi Muhammad SAW dan kenabiannya adalah tidak benar, kitab dan sunnah merupakan kreasi nabi Muhammad, syari’ah Islam berpijak pada landasan peradaban yang telah silam.
c.       Menghilangkan eksistensi Arab, bahasa, dan tradisinya yang kemudian melakukan reduksi seluruh makna peradaban Arab dan masyarakat muslim untuk merendahkan kondisi Arab, sebab nabi Muhammad adalah keturunan Arab dari suku Quraish, disertai pelecehan terhadap bahasa Arab sebagai bahasa al Qur’an.
Walaupun tujuan orientalis mengalami polarisasi, namun yang pasti tujuan utama dan pokok dari orientalis adalah menghancurkan bangsa-bangsa Islam dengan memposisikan berbagai media dan sarana untuk menundukkan generasi Islam demi kepentingan Yahudi dan Nasrani, agar tetap menjadi penguasa di atas segalanya. Tujuan terbesar  Yahudi dan Nasrani adalah melakukan kontrol (haimamah) terhadap bangsa lain yang dapat diselesaikan dengan media material, kebangkitan yang terdeteksi dan didorong oleh jiwa-jiwa yang hampa.
Orientalis lalu beranjak pada pernyataan bahwa agama Islam dan dakwah Islamiah adalah agama padang pasir yang tidak selaras dengan kehidupan civil society di era teknologi. Maksud dari perkataan ini adalah pencapaian hasil-hasil yang menyesatkan, yaitu bahwa sebab dikotomi antara Timur dan negara Islam dalam bentuknya yang spesifik adalah mempertahankan agama padang pasir yang nilai-nilai keagamaannya telah terealisasikan pada masa silam namun tidak relevan lagi pada masa kini (kontemporer).
3.      Orientalisme Kepentingan-kepentingannya
Pemimpin dan para pengikut orientalisme, yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok:
a.         Kelompok Pertama
Kelompok ini terdiri dari penguasan, kerabat istana, atau aparatur negara yang menyibukkan diri dengan persoalan-persoalan masyarakat muslim. Mereka dengan sewenang-wenang meninggalkan Islam secara total dan berupaya menghancurkan masyarakat muslim di negerinya sendiri bagaikan berperang melawan musuh. Bahkan, melakukan pengingkaran terhadap sunnah Nabawi, Rukun-rukun Islam, Haji, dan sebagainya.
b.         Kelompok Kedua
Kelompok ini merupakan para pengikut orientalis yang memfokuskan diri kepada studi-studi ketimuran. Para pendukung dan pengikut orientalisme adalah mereka yang selalu megekor dan menciduk pengetahuan metodologis dari mereka (orientalisme) untuk menganalisis diri dan menafsirkan materi-materi problematik yang menjadi media dan sarana terpenting yang menimpa agama dan masyarakat muslim.
Para ppengikut orientalis telah menjadikan barat sebagai kiblat, jaln dan panutan hidup. Mereka telah mengadopsi teori materialistik – penyebab Barat bergeliat untuk melepaskan diri dari pribadinya, keterbelakangannya, dan nilai-nilai yang menjerumuskan – yang menyebabkan jiwa manusia tanpa ruh, materi tanpa penciptaan, dan menyeret manusia keambang kehancuran. Dengan ini pula, mereka, serta orang-orang yang tergila-gila dengan Barat meyakini adanya reformasi sistem Barat dan merelakan penerapannya di negara Islam. Para pengikut orientalisme selalu berangan-angan dan bercita-cita untuk menghancurkan Islam melalui singkronisasi gagasan, ide, dan politik dengan gagasan politik Barat.
4.      Orientalis Kategori dan Klasifikasinya
Telah diuraikan defenisi orientalisme hingga pada suatu kesmpulan bahwa orientalisme telah menjelma menjadi sebuah konsep ilmiah yang banyak dijumpai dalam karya-karya Barat, baik di bidang perdagangan, industri, politik, buku-buku sejarah, dan karya-karya sastra lainnya. Karya-karya itu telah banyak membantu perkembangan dan kemajuan orientalisme hingga ia menjadi suatu disiplin keilmuan tersendiri yang memiliki dasar-dasar (ushul), tujuan-tujuan, dan generasi-generasi yang tidak pernah merasa puas untuk memerangi Islam dan masyarakatnya. Kontribusi orientalis yang beraneka ragam tersebut akhirnya mengilhami para pengkaji dan pemerhati kajian-kajian orientalisme untuk mengklasifikasi orientalis ke dalam beberapa kategori dan tingkatan tertentu sesuai dengan kecenderungan dan keahlian yang dimilikinya.
Pertama, sekelompok orientalis yang bertujuan mendiskreditkan kaum muslimin dan kebudayaan Islam, serta secara terang-terangan berusaha mengucilkannya. Kedua adalah sekelompok orientalis yang berusaha bersikap netral dalam melihat Islam, masyarakat muslim dan kebudayaannya
 5.      Orientalis Sikap-sikap Subjektivitasnya
Metode orientalis adalah bukan metode ilmiah, karena semangat jiwa mereka telah dikonstruk oleh pola pikir orientalisme mengenai Islam yang diwarisi Perang Salib. Sebagian orientalis mengerti hakikat Islam dan mereka memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bahasa Arab, dimana jumlah mereka sangat minim dan tidak bisa dijadikan sandaran hukum, namun mereka tetap membiarkan terjadinya kemungkaran dan tidak secara tegas mengikrarkan kebenaran, melainkan hanya mampu bersikap diam, sebagaimana disebutkan dalam sebuah ungkapan (al-atsar) bahwa orang yang diam atas kebenaran, adalah “syaitan yang tersembunyi”.
Studi orientalis semata-mata merupakan praktek yang berusaha menyelewengkan berbagai data dan menyimpang dari kebenran Islam. Studi orientalisme mempunyai korelasi utuh dengan Zionisme, Majusi, imperialisme, dan aliran-aliran searah dalam memusuhi Islam dan masyarakat muslim. Hal ini merupakan langkah awal untuk mencapai tujuan mereka dalam menurunkan martabat Islam dengan mengatakan, bahwa Islam adalah agama yang tidak proforsional, tidak bermutu, dan penuh pertentangan.
Studi dan kajian lain yang dilakukannya secara interns secara jelas menunjukkan kategorisasi orientalis ke dalam bentuk tertentu dari berbagai kajiannya yang hanya mengkaji tentang perselisihan dan pertentangan di kalangan berbagai kelompok dan sekte ilmu kalam, misalnya: Murji’ah, Mu’tazilah, Mu’aththilah, dan Syi’ah. Mereka juga mempelajari kehidupan tasawuf, hikayat al Hallaj dan yang lainnya serta mengadopsi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kaum zindiq dan jargon-jargon yang biasa dipakai dalam kegiatan misionari, kisah Abu Nuwwas dan Ibnu Rawandi.
 6.      Munculnya Studi Orientalisme
Ketika munculnya orientalisme pada masa Islam, ternyata studi Islam dan masyarakatnya lebih dominan bila dibandingkan studi lainnya terutama pasca Perang Dunia II, suatu masa berawalnya pemusatan terhadap masyarakat Islam dan Arab serta menciptakan iklmi yang kaku dengan menyebarkan kesulitan yang dihadapi Timur Tengah dan krisis ekonomi yang terjadi antara Arab dan Yahudi. Beberapa faktor penyebab giatnya gerakan orientalisme pada masa kini adalah menyusupnya gerakan tersebut dengan wajah yang beranekaragam dalam bidang politik pemerintahan dengan tujuan membendung gerakan reformisme Islam.
Dengan memanfaatkan fasilitas yang ada, orientalis dengan gigih berusaha menghancurkan Islam dan tradisinya, seperti al Qur’an, sunnah, sumber-sumber syari’at dan lain sebagainya. Pada awal abad ini dapat dilihat perubahan paradigma orientalis terhadap studi Islam. Perubahan ini diarahkan pada studi khusus tentang ilmu sosial-kemasyarakatan, ilmu pendidikan, dan berbagai aspek perekonomian, yakni problematikan hidup manusia secara umum yang terkait dengan urusan domestik, perkembangan pendidikan anak, dan kebutuhan ekonomi yang merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan serta mengenai problem krisis ekonomi dan rendahnya penghasilan keluarga.
Tujuan dari semua itu adalah untuk mengetahui karakter masyarakat Islam pada saat sekarang ini dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Hal itu dimaksudkan juga agar para cendekiawan mampu memanfaatkan fasilitas yang istimewa dan dapat berinteraksi dengan masyarakat Islam dan persoalan-persoalan yang dihadapinya demi tercapainya kepentingan imperialisme, kemudian secara perlahan-lahan menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Perubahan orientasi studi orientalisme menjadi studi yang juga mengkaji kondisi kaum muslimin kontemporer bertujuan menghambat perkembangan dan pertumbuhan umat Islam di bawah bayang-bayang kemajuan yang mewarnai dunia, menemukan pola interaksi antara peradaban Barat dan peradaban Islam yang peduli terhadap hidupnya kembali semangat kebangsaan dan memprioritaskannya pada individu-individu masyarakat Islam, serta mengganti ikatan keagamaan (rabithah al-diniyyah) menjadi ikatan kebangsaan (rabithah al-qaumiyyah).
Dalam jargon-jargon kebangsaan (al qaumiyyah) tersebut terdapat jargon kebebasan berpikir, pembebasan, dan demokrasi. Kebebasan berpikir ini bertujuan agar mereka bebas dari setiap bentuk kewajiban dan undang-undang langit serta sistem sosial kemasyarakatan dimana negara berpaling dari perlindungan syari’at-syari’at keagamaan baik dari sisi cara berpikir maupun bersikap.
Orientalisme pada era sekarang ini berusaha melakukan penyerangan dari berbagai jalur dan memanfaatkan berbagai fasilitas untuk mempropagandakan aib kaum muslimin, mengancam, dan mengintimidasinya dengan konsep kematian, kemiskinan, dan kekhawatiran. Orientalis sengaja menciptakan perselisihan dan penilaian cacat sebagai senjata utama untuk menghancurkan jati diri keislaman seseorang dan menyatakan bahwa kemiskinan, pertentangan politik, krisis ekonomi yang melanda negara Islam merupakan konsekuensilogis dari kemandekan (jumud) Islam.
Studi orientalis kontemporer berusaha memfokuskan diri kepada signifikasi hukum positif dan menerapkannya pada kaum muslimin sebagai pengganti dari syari’at al Qur’an sehingga masyarakat muslim dapat mengambil manfaat dari aturan Barat, baik dalam sistem keuangan, perekonomian, maupun sistem perbankan.
Studi orientalisme kontemporer juga memusatkan kajiannya pada studi sastra Arab kontemporer dan kritik sastra melalui teori-teori sastra terbuka dan sastra jenis, sebagaimana dicontohkan oleh aliran empirisisme, eksistensialisme dan aliran-aliran lainnya.
 7.      Islam Dalam Sastra Barat
Sastra Barat pada umumnya banyak menyinggung tentang dunia Timur, serta Islam dan nabi Muhammad SAW pada khususnya. Hal ini dapat dijumpai dalam buku-buku puisi, cerita, dan buku-buku prosa.
 8.      Penutup
Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa orientalisme adalah sebuah derivasi dari wacana integral imperialisme kolonianisme dan teologis. Wacan itu membawa misionaris untuk mengukuhkan peradaban Barat Kristen yang materialistis agar dapat mengungguli peradaban Islam berdasarkan imaji mereka, serta mengesampingkannya dalam kehidupan sosial politik, etika, moralitas dan ekonomi. Disamping itu mereka juga berusaha menumbuhkan skeptisisme masyarakat muslim terhadap agamanya dan berupaya menjauhkan mereka darinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar