Kamis, 26 Juli 2012

MEMBANGUN MASYARAKAT

Book Report
MEMBANGUN MASYARAKAT (Buku Pegangan Bagi Pekerja  Pembangunan Masyarakat)
PENGARANG    :   Frans Wiryanto Jomo
PENERBIT         :   Alumni
CETAKAN         :   Kedua
TAHUN             :   Maret 1986
HAL                  :   274

APAKAH perubahan sosial selalu menguntungkan? Tidak selalu. Kita harus mampu memilih secara kritis dan menilai apa yang harus dirubah demi kemajuan dan apa yang harus dipertahankan, supaya tidak timbul suatu pengaruh yang merugikan. Kita harus menciptakan manusia baru, yang mampu menguasai kemungkinan teknis yang luas, yang tidak bingng dalam dunia modern, tetapi yang memahami dan mampu mengurus dunia modem ini. Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa pe rubahan-perubahan besar dalam abad ini dapat sangat menguntungkan, asal kita berhasil merubah manusianya juga. Saat ini kita merencanakan dan menciptakan perubahan-perubahan di semua bidang dan percaya kepada manfaat dari rencana-rencana tersebut. Perubahan-perubahan yang direncanakan inilah yang kita sebut pembangunan.
Dalam semangat yang kritis dan optimis tersebut Wiryanto Yomo dan Gunter Wehner menyusun bukunya Membangun Masyarakat sebagai "Buku pegangan Bagi Pekerja Pembangunan Masyarakat". Wiryanto Yomo, Asisten pada Penanggungjawab Institut fur International Solidaritat der Konrad Adeneuer Stiftung di Indonesia dan Gunter Wehner, dari lembaga tersebut di Bonn, Jerman Barat dan merupakan Penanggungjawab proyek-proyek pembangunan masyarakat di Indonesia, 1968-1973. Kedua penyusun buku ini bekerja sama dengan Staf Proyek Pembinaan Kesejahteraan Sosial dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung serta lembaga-lembaga lain. Langka. Untuk Indonesia, buku pegangan tentang pembangunan masyarakat (terutama di desa) sangat langka. Tidak sebanding dengan turunnya instruksi, yang kadang-kadang saling bertentangan karena banyaknya yang diinstruksikan dan banyaknya yang memberi instruksi. Ada anggapan seolah-olah dengan instruksi, penetapan target dan anggaran, pembangunan masyarakat (desa) dapat dibereskan.
Kegagalan LSD, Koperasi dan terakhir BUUD/KUD lebih banyak disebabkan karena lembaga-lembaga itu dibuat untuk mencapai target yang telah diinstruksikan dari atas. Untuk tahap pertama kadang-kadang instruksi dan target itu berhasil berkat laporan-palsu. Tetapi kalau kegagalan itu sudah tidak dapat disembunyikan lagi, maka yang jadi kambing-korban adalah masyarakat yang dikatakan tidak mau berpartisipasi, masyarakat tidak mau memhangun, tidak mau digerakkan dan sebagainya. Soalnya sebenarnya adalah karena penerima instruksi tidak tahu bagaunana mengadakan perobahan untuk kemajuan masyarakat desa.
Buku Membangun Masyarakat dengan contoh-contoh yang ringkas-jelas dan memang ditemukan dalam kenyataan di pedesaan sedikit-banyak memberikan pegangan bagaimana membangun masyarakat desa di Indonesia dengan aspirasi Indonesia. Bab I misalnya membahas perubahan sosial sebagai syarat untuk pembangunan dengan jelas disertai contoh-contoh. Bab II membahas kelompok-kerja sebagai inti dinamika masyarakat, Bab III menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melaksanakan satu proyek, Bab IV membicarakan diskusi sebagai alat mengembangkan demokrasi, tekniknya, persiapannya dan kesulitan-kesulitan atau halangan yang mungkin ditemukan dalam melaksanakan diskusi. Tidak dilupakan pula dalam Bab tersendiri (Bab V) diuraikan adanya kelompok-kelompok dan jenis-jenis pemimpin dalam masyarakat. Koperasi untuk memperkuat perekonomian rakyat dan usaha simpan pinjam sebagai sumber modal bagi rakyat dibahas dengan meyakinkan dan sekaligus merupakan koreksi atas apa yang telah terjadi selama ini. Dan Bab-Bab lain cukup menarik isinya, misalnya Bab IX (Kepribadian yang dinamis) darl Bab Xll (Latihan pembangunan masyarakat dan permainan dinamika kelompok) Kasus-kasus.
Buku yang ditulis "selain sebagai hasil dari bacaan perpustakaan, juga merupakan hasil dari banyak wawancara, diskusi dan hubungan dengan para lurah serta tokoh-tokoh masyarakat dari Kabupaten Bandung, khususnya Sumedang dan Majalengka", dalam berbagai masalah yang dihadapi. Walaupun kasus-kasus pembangunan yang dikemukakan diolah dari bahan-bahan yang ditemukan di Jawa Barat, namun aktualitas masalah dirasakan pula pada berbagai daerah. Bila kedua penulis ini sempat mengumpulkan bahan dari sukses dan kegagalan pembangunan masyarakat pada berbagai propinsi di Indonesia, maka masalah yang akan ditemukan tidak banyak berbeda. Buku ini dikatakan merupakan "Buku Pegangan Bagi Pekerja Pembangunan Masyarakat". Tetapi siapakah petugas Pembangunan Masyarakat itu? Petugas Pembangunan Masyarakat adalah seorang yang memberi semangat dan kemampuan kepada masyarakat, agar supaya masyarakat bekerjasama secara teratur dan efisien. Dengan petugas Pembangunan Masyarakat dimaksudkan seorang yang berasal bukan dari warga desa/kampung di mana dia bekerja, melainkan datang dari luar desa itu. Dia adalah seorang ahli dalam bidang Pembangunan Masyarakat atau dalam bidang lain yang bermanfaat bagi desa. Dia menurut kedua penyusun buku ini sering disebut orang "pemimpin konsultan", bukan "pemimpin resmi" atau "pemimpin solidaris". Walaupun demikian buku ini "juga dapat dipergunakan oleh pemimpin-pemimpin resmi (pemerintah) dan pemimpin solidaris (tokoh-tokoh masyarakat), sebab mereka juga berfungsi sebagai petugas Pembangunan Masyarakat.
Mengapa ada negara-negara yang sudah maju dan ada negara-negara yang masih terbelakang? Karena beberapa negara sudah mamasuki proses pembangunan modern ini sejak 100 tahun yang lalu, beberapa yang lain sejak 50 tahun yang lalu dan sebagian besar negara-negara di Asia dan Afrika baru sejak 15 atau 20 tahun yang lalu.
Menurut pendapat para ahli, semua negara akan bangun untuk mengadakan usaha-usaha pembangunan yang serius dan besar. Tetapi negara-negara ini pun memerlukan waktu kurang lebih 100 tahun untuk dapat mendapati taraf kehidupan seperti di Amerika Utara dan Eropa masa kini. Kita tidak dapat melompati suatu langkah pembangunan begitu saja. Pembangunan adalah suatu rangkaian tugas dari beberapa generasi. Ada pemimpin-pemimpin negara yang mau menempuh jalan yang khusus dan mereka perkirakan lebih cepat, yang lain dari pada yang lain. Tetapi negara-negara ini tidaklah berkembang lebih cepat daripada yang lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan teknis yang terhitung banyaknya sejak tahun 1750, telah membawa perubahan diseluruh dunia. Dari masyarakat agraris dan feodalistis menjadi maysarakat industri yang demokratis. Komunikasi  massa (lalu lintas, radio, televisi, telepon, buku-buku, surat kabar, dan sebagainya) dan konsumsi massa (macam-macam barang dan pelayanan) merupakan akibat daripada industrialisasi ini. Tidak ada negara yang dapat menolak perkembangan menuju masyarakat modern dengan perekonomian modern ini.
Perubahan sosial tidak selalu menguntungkan. Kita harus mampu memilih secara kritis dan menilai apa yang harus diubah demi kemajuan dan apa yang harus dipertahankan, supaya tidak timbul suatu pengaruh yang merugikan.
Kita dapat mengatakan secara umum, bahwa pengetahuan dan teknologi modern, etika modern, lembaga-lembaga dan sistem pemerintahan yang modern kesemuanya sangat berguna bagi manusia. Dengan perkataan lain: kita harus menciptakan manusia baru, yang mampu menguasai kemungkinan teknis yang luas, yang tidak bingung dalam dunia maju, tetapi yang memahami dan mampu mengurus dunia modern ini. Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa perubahan-perubahan besar dalam abad ini dapat sangat menguntungkan, asal kita berhasil mengubah manusianya juga.
Pembangunan tidaklah tergantung dari pemerintah saja, juga tidak dari modal asing saja, tetapi terutama dari manusia atau warga negara itu sendiri dan ini berlaku dimanapun juga. Pembangunan tidak akan berhasil hanya dengan modal dan teknik saja. Kita harus membangun manusianya pula, supaya manusia ini mampu menyesuaikan pikiran dan tindakannya dengan dunia yang berkembang, supaya manusia juga mengerti mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dalam negara dan juga supaya dia mengembangkan rasa tanggung jawab dalam perbuatannya. Jikalau dia tidak berbuat apa-apa, dia harus bertanggung jawab atas tindakannya.
Penyebab utama dari pembangunan adalah manusia; pengetahuan manusia; kebiasaan manusia; adat; cara berpikir; etika; sikap manusia; seperti sikap kepada prestasi terhadap ketetapan/ketelitian, sikap terhadap pekerjaan maupun terhadap tabungan; cara mendidik anak dan apakah yang kita harapkan dari anak kita.
Jikalau perubahan mental dalam masyarakat tidak terjadi, tidak akan ada keseimbangan antara kemajuan materiil dan kemajuan mental. Akibatnya, menimbulkan pertentangan-pertentangan dalam masyarakat yang dapat menyebabkan pembangunan ekonomi menjadi macet. Penyebab utama pembangunan adalah manusia, namun manusia pulalah yang akan menjadi korban utama dari pembangunan yang tidak seimbang.
Tujuan pembangunan mental harus diubah untuk kepentingan pembangunan, yaitu:
a.    Cara berpikir irrasiional harus menjadi cara berpikir yang rasional. Orang yang berpikir irrasional tidak mau melihat atau memakai cara-cara dan alat-alat atau metode-metode yang sesuai dan memadai untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Contoh: Ada orang-orang yang sering dalam pidato berbicara mengenai pembangunan, repelita, masyarakat adil dan makmur, tetapi mereka sendiri tidak berusaha keras ke arah tercapainya tujuan ini. Mereka percaya bahwa pemakaian istilah-istilah tersebut secara otomatis menyukseskan pembangunan.
b.   Dari cara berpikir tidak kritis harus menjadi cara berpikir yang kritis. Orang yang berpikir kritis menuntut adanya kontrol (pengawasan) melalui suatu manajemen yang terbuka. Orang yang berpikir kritis menyarankan, bahwa ada juga kemungkinan-kemungkinan (usul-usul, alternatif) lain yang perlu dipertimbangkan.
Contoh: Seorang warga kampung yang kritis, tidak akan langsung memberikan sumbangan untuk pembangunan mesjid sebelum ada bukti-bukti yang jelas mengenai kebutuhan, pemakaian dan alasan-alasan yang tepat.
c.    Dari cara kerja yang tidak metodis harus menjadi cara kerja yang metodis. Orang yang bekerja secara metodis tidak memulai sesuatu pada hari ini, dan meninggalkannya besok. Orang yang bekerja secara metodis mempelajari kemungkinan-kemungkinan, merencanakan langkah-langkah kegiatan dengan teliti, melaksanakannya dengan giat dan menilai hasil kerjanya untuk memperbaiki cara kerja selanjutnya. Masyarakat yang bekerja secara metodis, tidak mengadakan pertemuan-pertemuan karena kbutuhan saja, tetapi secara metodis.
d.   Dari cara berpikir jangka pendek harus menjadi cara berpikir jangka panjang. Orang yang berpikir jangka panjang, merencanakan sesuatu sampai 1, 2, 5, 10 atau 20 tahun kemudian. Orang yang berpikir jangka panjang akan mengorbankan waktu, uang dan tenaga hari ini, supaya ada hasil dimasa  depan, menunda kepuasan demokratis, dalam kebiasaan demokratis, hak-hak kemudian hari.
e.    Dari cara berpikir yang tidak memperhatikan akibat-akibat dari sesuatu perbuatan, harus menjadi cara berpikir yang didasari oleh rasa tanggung jawab. Orang yang mempunyai rasa tanggung jawab akan mlakukan tugasnya dengan 100%. Orang yang memiliki tanggung jawab akan sadar, bahwa dia dapat memajukan atau menghambat pembangunan di desa. Orang yang mempunyai rasa tanggung jawab akan sadar mengenai akibat-akibat perbuatannya, disamping sadar akan akibat dari tidak berbuatnya apa-apa.
f.     Kebiasaan feodalistis harus diubah menjadi kebiasaan demokratis. Dalam kebiasaan demokratis, hak-hak azazi dan kewajiban yang pokok dari semua warga negara maupun warga desa adalah sama. Menurut asas-asas demokratis, pendapat-pendapat dari semua warga dihargai. Asas-asas demokrasi bertentangan dengan perasaan yang menonjolkan gengsi. Jikalau kebiasaan demoratis berlaku, rapat-rapat tidak dikuasai oleh satu golongan saja.
Sering sekali masyarakat menunjukkan sikap menentang segala perubahan. Hal ini disebabkan karena:
a.    Ketakutan, bahwa perubahan-perubahan itu akan menghilangkan dasar pengaruh mereka.
b.   Ketakutan, bahwa dengan adanya perubahan sosial dan mental itu, mereka akan kehilangan keseimbangan dalam kepribadian mereka. Keseimbangan ini justru ditimbulkan karena berani mendengarkan kritik dan mencari objektivitas. Keseimbangan bukannya berarti bahwa seseorang dapat dengan “ketenangan” (mungkin hanya ketenangan semu) memegang teguh terus kepribadiannya secara abadi.
c.    Ketakutan, bahwa dengan perubahan baru, orang harus menghadapi resiko yang amat besar. Memang pembangunan selalu berarti perubahan, mengandung suatu resiko.
d.   Ketakutan akan tambahnya pekerjaan dan kesukaran.
Dalam menerapkan perubahan-perubahan kepada masyarakat perlu diadakannya:
a.    Sasaran kita, seluruh masyarakat desa. Jika kita ingin melakukan perubahan sosial kita harus mencoba untuk mengubah warisan mental (etika, adat, kebiasaan, cara berpikir dan cara menilai) yang dimiliki masyarakat secara bersama.
b.   Metode kita yang pertama adalah memberi pengetahuan (informasi) baru, menghilangkan pandangan-pandangan sempit, memperluas pengetahuan dari masyarakat yang terbatas.
c.    Metode kita yang kedua adalah mengadakan diskusi-diskusi dalam kelompok-kelompok kecil mengenai pengetahuan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian baru.
d.   Metode yang ketiga adalah mengadakan kegiatan-kegiatan dalam kelompok kecil. Jikalau diskusi dalam kelompok tidak diikuti oleh kegiatan-kegiatan maka akan timbul kemacetan dan kekosongan dan kebosanan.
e.    Metode kita yang keempat adalah menciptakan wadah baru, misalnya koperasi, koperasi simpan pinjam, organisasi wanita, organisasi muda-mudi dengan menggunakan metode kelompok kerja.
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar