Senin, 16 Juli 2012


Kedudukan Perempuan
Dalam rangka dan upaya memberikan motivasi kepada kaum perempuan untuk lebih dapat meningkatkan perannya dalam pembangunan, hendaknya kaum perempuan lebih dahulu mengetahui dan memahami kedudukannya baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat atau sebagai warga negara. Berikut ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kedudukan perempuan, dapat dilihat dalam ketetapan atau peraturan perundanga-undangan seperti UUD 1945, GBHN, UU Perkawinan.
1.         Kedudukan Perempuan dalam UUD 1945
Jauh sebelum kemerdekaan, perempuan Indonesia sudah ikut melakukan kegiatan ditengah-tengah masyarakat baik dalam bidang pendidikan, agama, sosial, ekonomi, dan juga bidang politik. Dalam pergerakan kemerdekaan wanita Indonesia tidak hanya berada di garis belakang tetapi juga ada yang langsung berada di garis depan. Partisipasi kaum perempuan itu telah menempatkannya dalam kedudukan yang sama dan seimbang dengan kaum pria.
Dalam UUD 1945 antara lain terdapat pasal-pasal yang mengatur persamaan hak dan kedudukan antara pria dan wanita dalam kedudukannya sebagai warga negara Indonesia, antara lain dalam bidang persamaan dalam memperoleh lapangan pekerjaan, kehidupan yang layak, pendidikan, pelayanan hukum serta hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Untuk lebih jelas isi dari pasal-pasal dimaksud dapat disebutkan sebagai berikut:
Pasal 27 ayat 1, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat 2, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 29 ayat 2, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Pasal 30 ayat 1, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Pasal 31 ayat 1, tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran (Depag RI, 1984: 8).

Oleh karena itu UUD 1945 merupakan sumber hukum perundangan, maka prinsip persamaan hak dan kedudukan tersebut juga diterapkan sejauh mungkin dalam penyusunan perundangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.         Kedudukan Perempuan dalam UU Perkawinan
Di dalam UU Perkawinan hakdan kedudukan perempuan mendapat tempat yang layak. Hal ini dimaksudkan agar kaum perempuan dapat lebih menyadari akan hak dan kewajiban serta kedudukannya dalam keluarga maupun dalam masyarakat guna lebih meningkatkan peran serta wanita Indonesia dalam proses pembangunan nasional.
Selama ini masih dirasakan terutama sekali sebelum lahirnya UU Perkawinan, bahwa hak dan kedudukan wanita sebagai isteri maupun sebagai ibu rumah tangga dan sebagai anggota masyarakat belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk lebih jelasnya kedudukan perempuan menurut UU Perkawinan disebutkan dalam beberapa pasal sebagai berikut:
Pasal 30, “Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”. Pasal 31 ayat 1, 2, 3: “Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”. “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. “Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga”. Pasal 32 ayat 1, 2: “Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap”. “Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama”. Pasal 33, “Suami wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain”. Pasal 34 ayat 1, 2, 3: “Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”. “Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”. “ Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan” (Depag RI, 1984: 10).

3.         Kedudukan Perempuan dalam Islam
Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa (QS. 49: 13).

Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.
Al-Ghazali (dalam www.scribd.com. Diunduh 3-1-2012), salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan Mesir, menulis:
Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan Barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan.

Syaltut, (dalam www.scribd.com. Diunduh 3-1-2012), menulis:
Tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir dapat (dikatakan) sama. Allah telah menganugerahkan kepada perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada lelaki. Kepada mereka berdua dianugerahkan Tuhan potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hukum-hukum Syari'at pun meletakkan keduanya dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum serta menuntut dan menyaksikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar