Jumat, 01 Februari 2013

ULAMA'
 Pengertian
“Kata ulama merupakan bentuk jamak dari kata Alimun menurut arti filosofis ulama adalah orang yang berilmu. Para filolog bahasa Arab (figh al-lughah al arabiyyah) memberikan pengertian bahwa orang yang mendalami ilmu di sebut alim. Sedangkan orang yang menguasai ilmu di sebut adib” (Suharman, 2002: 21).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008: 1174) “ulama adalah orang yang ahli dalam agama Islam”.
Lebih lanjut defenisi tentang ulama adalah:
Perkataan ulama itu adalah satu istilah dalam bahasa Arab. Ia adalah perkataan jamak (plural), yang berasal dari perkataan tunggalnya ‘alimun. Makna 'alimun' ialah ‘seorang alim’ atau ‘orang pandai’. Maka ulama ’ tentulah bermakna ‘orang-orang alim’. Boleh juga dikatakan ulama itu ialah para ilmuan atau para cerdik pandai, Kalau mengikut artinya dari segi bahasa, ulama itu ialah orang-orang alim dalam apa saja bidang ilmu. Sama ada ilmu dunia atau ilmu Akhirat; ilmu baik atau ilmu jahat. Tidak kira sama ada ilmu itu diamalkan atau tidak. Orang-orang yang mempunyai ilmu di bidang ekonomi misalnya, maka menurut istilah Arab (bahasa), mereka disebut ulama. Demikian juga orang-orang yang mengetahui ilmu ushuluddin, maka dari segi bahasa mereka itu adalah ulama.”.( http://cintasayangku.blogspot.com: 16-12-2011)

Dilihat dari sudut pandang masyarakat luas bahwa ulama itu adalah orang yang berpengetahuan dalam bidang agama yang biasa dipercayakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan. Ulama merupakan orang yang telah berpengetahuan tentang masalah agama, artinnya; ajaran tauhid orang yang biasa dikedepankan untuk menyelesikan persoalan keagamaan, yang mana mereka bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan orang lain, bahkan terhadap Allah SWT.
Pengertian ulama perspektif al-Qur’an yang dipahami lewat teks dan konteksnya adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat Allah SWT, baik yangQauliyah (ajaran Qur’an atau agama) maupun yang Kauniyah (ilmu pengetahuan umum dan teknologi) yang bisa mengantarkan manusia kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah dan memiliki sifat taat dan khasyyah (takut) pada-Nya, sesuai antara ilmu dan amalnya serta ikhlas dalam beramal. Sedangkan pengertian ulama perspektif Hadits lewat interpretasi para ulama salaf lebih sempit dari perspektif al-Qur’an di atas, karena hanya membatasi pada orang-orang yang mengusai ayat-ayat qauliayah saja. Padahal teks Haditsnya masih sangat umum dan masih memungkinkan untuk reinterpretasi yang berbeda. Maka penulis lebih mendukung pengertian ulama perspektif al-Qur’an, bahkan bila perlu wilayah kepemimpinan ulama tidak terbatas sebagai pemimpin spritual tapi juga pemimpin negara, minimal sebagai pemimpin non formal pada sebuah wilayah (Arfan, http://www.madadulhaqq.net/category/artikel-terbaru/: 16-12-2011).

Dari pengertian di atas dapat kita gambarkan bahwa ulama itu adalah orang yang memiliki pengetahuan orang yang dituakan dalam bidang keagamaan (agama Islam) Ulama itu memiliki karismatik, dicintai dan dipatuhi oleh umat yang menjadi pengikutnya, dan dengan sendirinya mempunyai wibawa dan pengaruh yang menentukan dalam mengendalikan umat. Kita semua menyadari betapa pentingnya peran ulama dalam kehidupan sosial untuk membangun umat dengan menyampaikan ajaran Islam pada umat manusia. Dengan demikian orientasi tugas pokok ulama adalah mengayomi umat terutama dalam masalah pendidikan agama Islam. Hal ini disebabkan tanggungjawab seorang ulama pada dasarnya sebagai orang yang berilmu harus menyampaikan ilmunya kepada umatnya.
Jadi pengertian ulama memang sangat spesifik, sehingga penggunaannya tidak boleh pada sembarang orang. Semua syaratnya jelas dan spesifik serta disetujui oleh umat Islam. Paling tidak, dia menguasai ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu Al-Quran, ilmu hadits, ilmu fiqih, ushul fiqih, qawaid fiqhiyah serta menguasai dalil-dalil hukum baik dari Quran dan sunnah. (Sarwat, http://www.ustsarwat.com: 16-12-2011)
Yaqub (2003:160) membagi pengertian ulama menjadi lima kategori yang harus dipenuhi oleh seorang ulama, antara lain:
1) Ulama yang menjadi ahli waris nabi itu pertama kali ditandai dengan sikapnya yang hanya takut kepada Allah. Dalam istilah al Qur’an disebut khasy-yah. Khasy-yah adalah rasa takut yang dibarengi dengan penghormatan dan ketaatan. Orang yang khasy-yah kepada Allah justru akan semakin mendekati Allah, bukan malah lari dan meninggalkannya. Karenanya, ulama ahli waris nabi selalu takut dan taat kepada Allah bukan berperilaku maksiat. 2) Sebelum memiliki sifat khasy-yah, ulama ahli waris nabi memiliki ilmu agama. Ia tidak sekedar mengetahui ilmu agama Islam untuk diamalkan oleh dirinya sendiri, tetapi juga mampu memberikannya kepada orang lain, minimal dapat menjawab pertanyaann-pertanyaan agama yang disampaikan kepadanya, 3) ulama ahli waris nabi adalah ia akrab dengan rakyat kecil, 4) zuhud adalah sikap untuk tidak mencintai dunia setelah dunia dikuasai. Banyak orang  miskin tetapi hatinya mencintai dunia, dan banyak orang kaya tetapi tidak tidak mencintai dunia, 5) ulama itu sudah berusia minimal empat puluh tahun. Menurut para ahli, usia empat puluh tahun itu adalah usia kematangan bagi seseorang. Pada usia itu ia sudah istiqomah (tenang jiwanya) dan mapan pribadinya, sehingga layak menjadi anutan kaummnya.

Berdasarkan uraian di atas dan pengertian inilah kita sekarang memberi gelaran ulama itu kepada seseorang. Yakni siapa saja yang alim walau dalam bidang ilmu apa pun, dipanggil ulama. Mungkin tidak salah kalau itu disandarkan pada arti lahir dari perkataan ulama itu.

DAFTAR PUSTAKA

 Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar