ULAMA'
Pengertian
“Kata ulama merupakan bentuk jamak dari
kata Alimun menurut arti filosofis
ulama adalah orang yang berilmu. Para filolog
bahasa Arab (figh al-lughah al arabiyyah)
memberikan pengertian bahwa orang yang mendalami ilmu di sebut alim. Sedangkan
orang yang menguasai ilmu di sebut adib” (Suharman, 2002: 21).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:
1174) “ulama adalah orang yang ahli dalam agama Islam”.
Lebih lanjut defenisi tentang ulama
adalah:
“Perkataan ulama itu adalah satu istilah dalam bahasa Arab.
Ia adalah perkataan jamak (plural), yang berasal dari perkataan tunggalnya
‘alimun. Makna 'alimun' ialah ‘seorang alim’ atau ‘orang pandai’. Maka ulama ’
tentulah bermakna ‘orang-orang alim’. Boleh juga dikatakan ulama itu ialah para
ilmuan atau para cerdik pandai, Kalau mengikut artinya dari segi bahasa, ulama
itu ialah orang-orang alim dalam apa saja bidang ilmu. Sama ada ilmu dunia atau
ilmu Akhirat; ilmu baik atau ilmu jahat. Tidak kira sama ada ilmu itu diamalkan
atau tidak. Orang-orang yang mempunyai ilmu di bidang ekonomi misalnya, maka
menurut istilah Arab (bahasa), mereka disebut ulama. Demikian juga orang-orang
yang mengetahui ilmu ushuluddin, maka dari segi bahasa mereka itu adalah ulama.”.( http://cintasayangku.blogspot.com: 16-12-2011)
Dilihat dari sudut pandang masyarakat
luas bahwa ulama itu adalah orang yang berpengetahuan dalam bidang agama yang
biasa dipercayakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan. Ulama
merupakan orang yang telah berpengetahuan tentang masalah agama, artinnya;
ajaran tauhid orang yang biasa dikedepankan untuk menyelesikan persoalan
keagamaan, yang mana mereka bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan orang
lain, bahkan terhadap Allah SWT.
Pengertian ulama perspektif al-Qur’an yang dipahami lewat
teks dan konteksnya adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang
ayat-ayat Allah SWT, baik yangQauliyah (ajaran Qur’an atau agama) maupun
yang Kauniyah (ilmu pengetahuan umum dan teknologi) yang bisa
mengantarkan manusia kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah dan memiliki
sifat taat dan khasyyah (takut) pada-Nya, sesuai antara ilmu dan
amalnya serta ikhlas dalam beramal. Sedangkan pengertian ulama perspektif
Hadits lewat interpretasi para ulama salaf lebih sempit dari perspektif
al-Qur’an di atas, karena hanya membatasi pada orang-orang yang mengusai
ayat-ayat qauliayah saja. Padahal teks Haditsnya masih sangat umum
dan masih memungkinkan untuk reinterpretasi yang berbeda. Maka penulis lebih
mendukung pengertian ulama perspektif al-Qur’an, bahkan bila perlu wilayah
kepemimpinan ulama tidak terbatas sebagai pemimpin spritual tapi juga pemimpin
negara, minimal sebagai pemimpin non formal pada sebuah wilayah (Arfan, http://www.madadulhaqq.net/category/artikel-terbaru/:
16-12-2011).
Dari pengertian di atas dapat kita
gambarkan bahwa ulama itu adalah orang yang memiliki pengetahuan orang yang
dituakan dalam bidang keagamaan (agama Islam) Ulama itu memiliki karismatik,
dicintai dan dipatuhi oleh umat yang menjadi pengikutnya, dan dengan sendirinya
mempunyai wibawa dan pengaruh yang menentukan dalam mengendalikan umat. Kita
semua menyadari betapa pentingnya peran ulama dalam kehidupan sosial untuk
membangun umat dengan menyampaikan ajaran Islam pada umat manusia. Dengan
demikian orientasi tugas pokok ulama adalah mengayomi umat terutama dalam
masalah pendidikan agama Islam. Hal ini disebabkan tanggungjawab seorang ulama
pada dasarnya sebagai orang yang berilmu harus menyampaikan ilmunya kepada
umatnya.
Jadi
pengertian ulama memang sangat spesifik, sehingga penggunaannya tidak boleh
pada sembarang orang. Semua syaratnya jelas dan spesifik serta disetujui oleh
umat Islam. Paling tidak, dia menguasai ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu
Al-Quran, ilmu hadits, ilmu fiqih, ushul fiqih, qawaid fiqhiyah serta menguasai
dalil-dalil hukum baik dari Quran dan sunnah. (Sarwat, http://www.ustsarwat.com:
16-12-2011)
Yaqub (2003:160) membagi pengertian ulama menjadi lima kategori yang harus dipenuhi oleh seorang
ulama, antara lain:
1) Ulama yang menjadi ahli waris nabi itu pertama kali
ditandai dengan sikapnya yang hanya takut kepada Allah. Dalam istilah al Qur’an
disebut khasy-yah. Khasy-yah adalah rasa takut yang
dibarengi dengan penghormatan dan ketaatan. Orang yang khasy-yah kepada Allah justru akan semakin mendekati Allah, bukan
malah lari dan meninggalkannya. Karenanya, ulama ahli waris nabi selalu takut
dan taat kepada Allah bukan berperilaku maksiat. 2) Sebelum memiliki sifat khasy-yah, ulama ahli waris nabi
memiliki ilmu agama. Ia tidak sekedar mengetahui ilmu agama Islam untuk
diamalkan oleh dirinya sendiri, tetapi juga mampu memberikannya kepada orang
lain, minimal dapat menjawab pertanyaann-pertanyaan agama yang disampaikan
kepadanya, 3) ulama ahli waris nabi adalah ia akrab dengan rakyat kecil, 4)
zuhud adalah sikap untuk tidak mencintai dunia setelah dunia dikuasai. Banyak
orang miskin tetapi hatinya mencintai
dunia, dan banyak orang kaya tetapi tidak tidak mencintai dunia, 5) ulama itu
sudah berusia minimal empat puluh tahun. Menurut para ahli, usia empat puluh
tahun itu adalah usia kematangan bagi seseorang. Pada usia itu ia sudah
istiqomah (tenang jiwanya) dan mapan pribadinya, sehingga layak menjadi anutan
kaummnya.
Berdasarkan uraian di atas dan pengertian inilah
kita sekarang memberi gelaran ulama itu kepada seseorang. Yakni siapa saja yang
alim walau dalam bidang ilmu apa pun, dipanggil ulama. Mungkin tidak salah
kalau itu disandarkan pada arti lahir dari perkataan ulama itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar