Aturan
Perundang-undangan Tentang Pertambangan Tradisional
Dalam kerangka hukum
adat, ulayat adalah wilayah pengelolaan yang berada dalam penguasaan bersama.
Dalam praktek, penguasaan ini di implementasikan oleh wakil-wakil mereka,
misalnya ketua-ketua adat. UUD 1945 Pasal 33 yang berbunyi, “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, UUD
1945 pasal 33 memberikan landasan yuridis bagi UU No. 5 tahun 1960 Pasal 2 yang
berbicara pertama kali tentang konseptualisasi hak menguasai negara dalam
tingkatan yang lebih teknis dalam pengelolaan Sumber Daya Alam. UUD 1945 Pasal
33 memberikan penekanan pada penguasaan Negara terhadap Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sementara No. 5 Tahun 1960 pasal 2 UU
lebih memperjelas ruang lingkup hak menguasai negara tersebut yaitu; 1)
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, 2) menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
dan 3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa atau dalam
kalaimat lain dapat disimpulkan, komponen yang terkandung dalam hak menguasai negara
tersebut adalah kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan mengawasi.
Aturan pertambangan
pertama yang diundangkan adalah:
UU
No. 37 Prp Tahun 1960. Pertambangan rakyat diatur dalam pasal 1 yang menentukan
bahwa semua bahan galian (a,b,c) yang diusahakan oleh rakyat secara
kecil-kecilan dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri menurut adat
kebiasaan daerah atau diusahakan secara koperasi. Aturan selanjutnya yaitu
Keputusan Wakil Panglima Besar III Koti Operasi Ekonomi No. Kpts.20/WPB-KOTOE Tahun
1965 Tentang Penertiban Usaha-Usaha Dibidang Pertambangan Intan Dan Bahan
Galian lain Yang Bersamaan Penguasaannya yang diikuti dengan Kepmen
Pertambangan No. 206/M/Pertamb/65 Tentang Pelaksanaan Keputusan Wakil Panglima
Besar III Koti Operasi Ekonomi No. Kpts.20/WPB-KOTOE Tahun 1965 Peneriban
Usaha-Usaha Dibidang Pertambangan Intan Dan Bahan Galian lain Yang Bersamaan
Penguasaannya. Pada tahun 1967 UU No. 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan diundangkan. HMN dinyatakan dengan tegas pada pasal 1 UU No.
11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Pasal 1 ini
menyatakan bahwa semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh
karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran
Rakyat. (my.opera.com/andikosutanmancayo/blog, diunduh:1-2-2012).
UU No. 11 tahun 1967
mendefenisikan pertambangan rakyat sebagai:
Pertambangan
Rakyat; adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan
a, b dan c seperti yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan
atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri.
Pertambangan Rakyat bertujuan memberikan kesempatan kepada rakyat setempat
dalam mengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun Negara di bidang
pertambangan dengan bimbingan Pemerintah. Pertambangan Rakyat hanya dilakukan
oleh Rakyat setempat yang memegang Kuasa Pertambangan (izin) Pertambangan
Rakyat.
UU No. 11 Tahun 1967
dilaksanakan melalui PP No. 32 Tahun 1969. Dalam ketentuan ini ditentukan bahwa
pertambangan rakyat dapat dilakukan setelah mendapat Surat Keputusan Izin
Pertambangan Rakyat yang dikeluarkan oleh menteri. Dimana Surat Keputusan Izin
Pertambangan Rakyat adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Menteri
kepada Rakyat setempat untuk melaksanakan usaha pertambangan secara
kecil-kecilan dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas.
Selanjutnya beberapa
ketentuan dikeluarkan untuk mengatur pertambangan rakyat ini diantaranya:
Kepmen
Pertambangan No. 181/Kpts/M/Pertamb/69 tentang Tentang Pengaturan Pertambangan
Rakyat Untuk Bahan galian timah Putih di Riau Daratan, Kepmen Pertambangan No.
188/Kpts/M/Pertamb/1969 tentang Pengaturan Pertambangan Rakyat Untuk Bahan
Galian Emas Di Daerah Propinsi Bengkulu, Kepmen Pertambangan No.
77/Kpts/M/Pertamb/1973 tentang Pengaturan Pertambangan Rakyat Untuk Bahan
Galian Emas Di Daerah Bolaangmongondow Propinsi Sulawesi Utara, Kepmen
Pertambangan No. 763/Kpts/M/Pertamb/1974 tentang Pengaturan Izin Pertambangan
Rakyat Untuk bahan galian Kaolin Di Daerah Karaha kab. Tasik Malaya Propinsi
Jabar, Permen Pertambangan & Energi No. 01 P/201/M/PE/1986 Tentang Pedoman
Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis Dan Vital (Golongan A
& B) (my.opera.com/andikosutanmancayo/blog, diunduh:1-2-2012).
Dari semua ketentuan
tersebut dapat ditarik catatan penting tentang kebijakan pemerintah yaitu :
1. Berbagai
pengaturan pertambangan rakyat dalam berbagai paraturan perundangan memberikan
pembatasan keleluasaan rakyat menambang.
2. Ketidakpastian
usaha pertambangan rakyat karena kalau ada pemegang Kontrak Karya atau kontrak
pertambangan lain, maka penambang rakyat harus menyingkir.
3. Sedangkan
untuk diareal yang ada Kontrak Pertambangannya tetap dibuka kemungkinan
pertambangan rakyat, dengan syarat adanya ijin pemegang kontrak pertambangan.
4. Penertiban
dan pembinaan yang dilakukan oleh Negara dengan imbalan sejumlah pungutan dari
penambang. Meskipun pembinaan tersebut tidak jelas dan diserahkan kepada pemda
setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar