Pertambangan
Pengertian
Pertambangan
Dalam Kamus
Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:1606) defenisi dari pertambangan
adalah:
Tambang n
lombong
(cebakan, parit, lubang di dl tanah) tempat menggali (mengambil) hasil dr dalam
bumi berupa bijih logam batu bara, dsb; -- batu bara tempat penggalian bijih logam batu bara; -- emas 1 tempat penggalian emas; 2 ki sumber penghasilan
yg besar dan menguntungkan; -- timah
tempat penggalian timah; menambang
v menggali (mengambil) barang tambang dr dl tanah; penambang n orang yg menambang
(tt emas dsb): jumlah ~ emas liar makin meningkat tiap tahunnya; penambangan n proses, cara,
perbuatan menambang; pertambangan n
urusan (pekerjaan dsb) yg berkenaan dng tambang.
Menurut Saleng (2004:35) pengertian bahan
galian “ialah unsur-unsur kimia,
mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia
seperti emas yang merupakan endapan-endapan alam. Kemudian karakteristiknya
berupa: benda padat, cair dan gas yang keadaanya masih dalam bentuk endapan
alam atau letakan alam yang melekat pada batuan induknya dan belum terjamah
oleh manusia”.
Bahan galian menurut Undang-Undang Nomor
11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah “unsur-unsur
kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam bentuk batuan termasuk
batu-batu mulia seperti emas yang merupakan endapan-endapan alam”
(Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan).
Pertambangan
di Indonesia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah besar
bangsa ini. Seberapa tua pemakaian besi dan mineral lainnya dalam kehidupan,
setua itulah umur pertambangan dilakukan rakyat. Pertambangan dilakukan oleh
masyarakat secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Pada tahun 1651 emas
dapat diperoleh secara resmi dari tangan VOC di pantai Pariaman, Minangkabau.
Perdagangan emas ini berlangsung atas perjanjian bilateral antar Bandaharo di
Sungai Tarab yang mengusai distribusi pengangkutan emas dari Saruaso, pedalaman
Minangkabau . Dua orang Bandaharo yaitu Bandaharo Putih dan Bandaharo Kuning
mengendalikan ekspor emas dari pedalaman Minangkabau, sampai pada akhir abad
XVIII, bangsa eropa yang pertama yang menyelidiki sumberdaya alam di Tanah
Datar, menyebutkan emas mulai habis didaerah tersebut. Sementara penambangan
rakyat yang lebih muda umurnya dalam sejarah seperti penambangan yang dilakukan
di daerah Kelian, Kalimantan. Usaha penambangan emas oleh masyarakat setempat
di Kelian diperkirakan baru dimulai setelah tahun 1930. Sebab, para geolog
Belanda yang melaporkan adanya penambangan batu bara sekitar enam kilometer
dari muara Sungai Kelian pada awal tahun 1930-an tidak melaporkan adanya
penambangan emas. Panjangnya lintasan sejarah yang dilalui oleh pertambangan
dalam kehidupan rakyat, dapat dilihat pada aturan-aturan local (adat) dibanyak
tempat, mengatur tentang pengelolaan sumberdaya alam, termasuk pertambangan. Di
Minangkabau (Sumbar) terdapat aturan tentang pengelolaan ulayat termasuk
pertambangan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan
ulayat-sumberdaya tambang. Aturan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA)
tersebut berbunyi: Karimbo Babungo Kayu, ka Sungai Babungo Pasia, Kaladang
Babungo Ampiang, Katanah babungo ameh. Pepatah adat ini menggariskan bahwa
setiap pemanfaatan SDA dalam territorial Minangkabau harus memberikan
kontribusi kepada masyarakat adat setempat. Dalam konteks pertambangan, fee
untuk masyarakat adat inilah yang disebut dengan “Bunga Emas” (Andiko, diunduh
24-12-2011).
Data-data
di atas menunjukkan kepada kita bahwa pertambangan telah menjadi satu bentuk
usaha yang sangat tua, dikelola secara mandiri dengan alat-alat sederhana dan
diselenggarakan oleh komunitas-komunitas masyarakat mandiri dan telah
berkembang jauh sebelum republik ini ada. Uraian-urain singkat diatas juga
menunjukkan terdapat masyarakat-masyarakat didaerah yang karena mata
pencaharian dan interaksi dengan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus,
melahirkan budaya pertambangan, meskipun pada saat ini dinamai dengan
penambangan tradisional, penambang rakyat atau bahkan penambang tanpa ijin
(PETI).
PUSTAKA
Diknas. 2008. Kamus
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Saleng dan Manan, B. 2004. Hukum
Pertambangan. Yogyakarta: UII Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar