Jumat, 01 Februari 2013


Pertambangan
Pengertian Pertambangan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:1606) defenisi dari pertambangan adalah:
Tambang n lombong (cebakan, parit, lubang di dl tanah) tempat menggali (mengambil) hasil dr dalam bumi berupa bijih logam batu bara, dsb; -- batu bara tempat penggalian bijih logam batu bara; -- emas 1 tempat penggalian emas; 2 ki sumber penghasilan yg besar dan menguntungkan; -- timah tempat penggalian timah; menambang v menggali (mengambil) barang tambang dr dl tanah; penambang n orang yg menambang (tt emas dsb): jumlah ~ emas liar makin meningkat tiap tahunnya; penambangan n proses, cara, perbuatan menambang; pertambangan n urusan (pekerjaan dsb) yg berkenaan dng tambang.

Menurut Saleng (2004:35) pengertian bahan galian  “ialah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia seperti emas yang merupakan endapan-endapan alam. Kemudian karakteristiknya berupa: benda padat, cair dan gas yang keadaanya masih dalam bentuk endapan alam atau letakan alam yang melekat pada batuan induknya dan belum terjamah oleh manusia”.
Bahan galian menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah “unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam bentuk batuan termasuk batu-batu mulia seperti emas yang merupakan endapan-endapan alam” (Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan).
Pertambangan di Indonesia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah besar bangsa ini. Seberapa tua pemakaian besi dan mineral lainnya dalam kehidupan, setua itulah umur pertambangan dilakukan rakyat. Pertambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Pada tahun 1651 emas dapat diperoleh secara resmi dari tangan VOC di pantai Pariaman, Minangkabau. Perdagangan emas ini berlangsung atas perjanjian bilateral antar Bandaharo di Sungai Tarab yang mengusai distribusi pengangkutan emas dari Saruaso, pedalaman Minangkabau . Dua orang Bandaharo yaitu Bandaharo Putih dan Bandaharo Kuning mengendalikan ekspor emas dari pedalaman Minangkabau, sampai pada akhir abad XVIII, bangsa eropa yang pertama yang menyelidiki sumberdaya alam di Tanah Datar, menyebutkan emas mulai habis didaerah tersebut. Sementara penambangan rakyat yang lebih muda umurnya dalam sejarah seperti penambangan yang dilakukan di daerah Kelian, Kalimantan. Usaha penambangan emas oleh masyarakat setempat di Kelian diperkirakan baru dimulai setelah tahun 1930. Sebab, para geolog Belanda yang melaporkan adanya penambangan batu bara sekitar enam kilometer dari muara Sungai Kelian pada awal tahun 1930-an tidak melaporkan adanya penambangan emas. Panjangnya lintasan sejarah yang dilalui oleh pertambangan dalam kehidupan rakyat, dapat dilihat pada aturan-aturan local (adat) dibanyak tempat, mengatur tentang pengelolaan sumberdaya alam, termasuk pertambangan. Di Minangkabau (Sumbar) terdapat aturan tentang pengelolaan ulayat termasuk pertambangan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan ulayat-sumberdaya tambang. Aturan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA) tersebut berbunyi: Karimbo Babungo Kayu, ka Sungai Babungo Pasia, Kaladang Babungo Ampiang, Katanah babungo ameh. Pepatah adat ini menggariskan bahwa setiap pemanfaatan SDA dalam territorial Minangkabau harus memberikan kontribusi kepada masyarakat adat setempat. Dalam konteks pertambangan, fee untuk masyarakat adat inilah yang disebut dengan “Bunga Emas” (Andiko, diunduh 24-12-2011).

Data-data di atas menunjukkan kepada kita bahwa pertambangan telah menjadi satu bentuk usaha yang sangat tua, dikelola secara mandiri dengan alat-alat sederhana dan diselenggarakan oleh komunitas-komunitas masyarakat mandiri dan telah berkembang jauh sebelum republik ini ada. Uraian-urain singkat diatas juga menunjukkan terdapat masyarakat-masyarakat didaerah yang karena mata pencaharian dan interaksi dengan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus, melahirkan budaya pertambangan, meskipun pada saat ini dinamai dengan penambangan tradisional, penambang rakyat atau bahkan penambang tanpa ijin (PETI).

PUSTAKA

Diknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Saleng dan Manan, B. 2004. Hukum Pertambangan. Yogyakarta: UII Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar