Pertambangan
Tradisional
Pertambangan dilakukan oleh masyarakat
secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Istilah tambang rakyat secara
resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No. 11 Tahun 1967 tentang
ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa
Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari
semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara
kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk
pencaharian sendiri. Sementara itu untuk kata masyarakat lokal cendrung
disandingkan dengan masyarakat adat dalam membedakan dua kelompok masyarakat
yang tinggal dalam satu daerah. Masyarakat adat lebih dicirikan oleh
aturan-aturan adat yang diwarisi secara turun temurun dengan rentang waktu yang
sulit diukur. Sedangkan masyarakat lokal cendrung menggunakan
ketentuan-ketentuan yang waktu pembuatannya lebih diketahui, sesuai dengan waktu
kedatangan mereka kedaerah tersebut. Selain itu masyarakat lokal cendrung lebih
plural dan beragam, jika dibandingkan dengan masyarakat adat (UU No. 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan).
Salah
satu kekayaan alam Indonesia yang cukup berguna pemanfaatannya oleh masyarakat
sekitar adalah tambang emas tradisional yang berada di bawah tanah milik
masyarakat sekitar di Desa Bukit Perentak Kecamatan Pangkalan Jambu. Masyarakat
sekitar memilih pekerjaan tersebut guna memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut
pantauan penulis di lokasi, dengan peralatan seadanya (tradisional) masyarakat
melakukan penambangan dengan menggunakan mesin Robin untuk menemukan
butiran-butiran kecil emas guna dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari masyarakat penambang.
Sejauh ini khususnya di Indonesia belum
ada kesepakatan pemahaman mengenai pengertian tambang rakyat, walaupun begitu
sejumlah literatur menunjukkan bahwa kegiatan tambang rakyat pada pertambangan
emas (baik emas primer maupun emas sekunder) di sejumlah negara, dapat
dikelompokkan menjadi (Zulkarnain, 2007:43):
(a)
Artisanal, yaitu penamaan yang ditujukan bagi individu/orang yang melakukan
kegiatan penambangan emas secara manual semata-mata dengan menggunakan dulang,
(b) PSSK, pertambangan skala sangat kecil (very
small-scale mining), (c) PSK, pertambangan skala kecil (small-scale mining)
Pada
kelompok 2 dan 3, kegiatan penambangan rakyat ini sudah mulai menggunakan
peralatan mekanik. Perbedaan antara keduanya adalah pada skala produksi,
kegiatan dan peralatan yang digunakan. Sedang untuk kelompok 1, kegiatan
penambangan rakyat ini memiliki sejumlah ciri antara lain dengan (Zulkarnain,
2007:47):
(a) Obyek tambang umumnya merupakan sisa
atau cadangan yang kecil, (b) Bergerak dengan modal yang kecil/pas-pasan, (c) Umumnya
menyerap tenaga kerja yang banyak, (d) Miskin akses ke pasar dan rendah akan
pelayanan sarana pendukung, (e) Memiliki standard keselamatan dan kesehatan
yang rendah, (f) Memiliki dampak yang berarti terhadap lingkungan.
Hampir sebagian besar penambang yang masuk pada
kelompok 1 dan 2, ditinjau secara aspek legalitas beroperasi secara illegal
(Zulkarnain, 2007:47), terkait dengan sejumlah peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Zulkarnain, Iskandar, dkk.,
2007. Dinamika dan Peran
Pertambangan Rakyat di Indonesia. Jakarta: LIPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar