Jumat, 01 Februari 2013


Pertambangan Tradisional
Pertambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Istilah tambang rakyat secara resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri. Sementara itu untuk kata masyarakat lokal cendrung disandingkan dengan masyarakat adat dalam membedakan dua kelompok masyarakat yang tinggal dalam satu daerah. Masyarakat adat lebih dicirikan oleh aturan-aturan adat yang diwarisi secara turun temurun dengan rentang waktu yang sulit diukur. Sedangkan masyarakat lokal cendrung menggunakan ketentuan-ketentuan yang waktu pembuatannya lebih diketahui, sesuai dengan waktu kedatangan mereka kedaerah tersebut. Selain itu masyarakat lokal cendrung lebih plural dan beragam, jika dibandingkan dengan masyarakat adat (UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan).
Salah satu kekayaan alam Indonesia yang cukup berguna pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar adalah tambang emas tradisional yang berada di bawah tanah milik masyarakat sekitar di Desa Bukit Perentak Kecamatan Pangkalan Jambu. Masyarakat sekitar memilih pekerjaan tersebut guna memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut pantauan penulis di lokasi, dengan peralatan seadanya (tradisional) masyarakat melakukan penambangan dengan menggunakan mesin Robin untuk menemukan butiran-butiran kecil emas guna dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat penambang.
Sejauh ini khususnya di Indonesia belum ada kesepakatan pemahaman mengenai pengertian tambang rakyat, walaupun begitu sejumlah literatur menunjukkan bahwa kegiatan tambang rakyat pada pertambangan emas (baik emas primer maupun emas sekunder) di sejumlah negara, dapat dikelompokkan menjadi (Zulkarnain, 2007:43):
(a) Artisanal, yaitu penamaan yang ditujukan bagi individu/orang yang melakukan kegiatan penambangan emas secara manual semata-mata dengan menggunakan dulang, (b) PSSK, pertambangan skala sangat kecil (very small-scale mining), (c) PSK, pertambangan skala kecil (small-scale mining)

Pada kelompok 2 dan 3, kegiatan penambangan rakyat ini sudah mulai menggunakan peralatan mekanik. Perbedaan antara keduanya adalah pada skala produksi, kegiatan dan peralatan yang digunakan. Sedang untuk kelompok 1, kegiatan penambangan rakyat ini memiliki sejumlah ciri antara lain dengan (Zulkarnain, 2007:47):
(a) Obyek tambang umumnya merupakan sisa atau cadangan yang kecil, (b) Bergerak dengan modal yang kecil/pas-pasan, (c) Umumnya menyerap tenaga kerja yang banyak, (d) Miskin akses ke pasar dan rendah akan pelayanan sarana pendukung, (e) Memiliki standard keselamatan dan kesehatan yang rendah, (f) Memiliki dampak yang berarti terhadap lingkungan.
Hampir sebagian besar penambang yang masuk pada kelompok 1 dan 2, ditinjau secara aspek legalitas beroperasi secara illegal (Zulkarnain, 2007:47), terkait dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Zulkarnain, Iskandar, dkk.,  2007. Dinamika dan Peran Pertambangan Rakyat di Indonesia. Jakarta: LIPI.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar