Book Report
MEMBANGUN
MASYARAKAT (Buku Pegangan Bagi Pekerja Pembangunan Masyarakat)
PENGARANG : Frans Wiryanto Jomo
PENERBIT : Alumni
CETAKAN : Kedua
TAHUN : Maret 1986
HAL : 274
APAKAH
perubahan sosial selalu menguntungkan? Tidak selalu. Kita harus mampu memilih
secara kritis dan menilai apa yang harus dirubah demi kemajuan dan apa yang
harus dipertahankan, supaya tidak timbul suatu pengaruh yang merugikan. Kita
harus menciptakan manusia baru, yang mampu menguasai kemungkinan teknis yang
luas, yang tidak bingng dalam dunia modern, tetapi yang memahami dan mampu
mengurus dunia modem ini. Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa pe
rubahan-perubahan besar dalam abad ini dapat sangat menguntungkan, asal kita
berhasil merubah manusianya juga. Saat ini kita merencanakan dan menciptakan
perubahan-perubahan di semua bidang dan percaya kepada manfaat dari
rencana-rencana tersebut. Perubahan-perubahan yang direncanakan inilah yang
kita sebut pembangunan.
Dalam
semangat yang kritis dan optimis tersebut Wiryanto Yomo dan Gunter Wehner
menyusun bukunya Membangun Masyarakat sebagai "Buku pegangan Bagi Pekerja
Pembangunan Masyarakat". Wiryanto Yomo, Asisten pada Penanggungjawab
Institut fur International Solidaritat der Konrad Adeneuer Stiftung di
Indonesia dan Gunter Wehner, dari lembaga tersebut di Bonn, Jerman Barat dan
merupakan Penanggungjawab proyek-proyek pembangunan masyarakat di Indonesia,
1968-1973. Kedua penyusun buku ini bekerja sama dengan Staf Proyek Pembinaan
Kesejahteraan Sosial dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung serta
lembaga-lembaga lain. Langka. Untuk Indonesia, buku pegangan tentang
pembangunan masyarakat (terutama di desa) sangat langka. Tidak sebanding dengan
turunnya instruksi, yang kadang-kadang saling bertentangan karena banyaknya
yang diinstruksikan dan banyaknya yang memberi instruksi. Ada anggapan
seolah-olah dengan instruksi, penetapan target dan anggaran, pembangunan
masyarakat (desa) dapat dibereskan.
Kegagalan
LSD, Koperasi dan terakhir BUUD/KUD lebih banyak disebabkan karena
lembaga-lembaga itu dibuat untuk mencapai target yang telah diinstruksikan dari
atas. Untuk tahap pertama kadang-kadang instruksi dan target itu berhasil
berkat laporan-palsu. Tetapi kalau kegagalan itu sudah tidak dapat
disembunyikan lagi, maka yang jadi kambing-korban adalah masyarakat yang
dikatakan tidak mau berpartisipasi, masyarakat tidak mau memhangun, tidak mau
digerakkan dan sebagainya. Soalnya sebenarnya adalah karena penerima instruksi
tidak tahu bagaunana mengadakan perobahan untuk kemajuan masyarakat desa.
Buku
Membangun Masyarakat dengan contoh-contoh yang ringkas-jelas dan memang
ditemukan dalam kenyataan di pedesaan sedikit-banyak memberikan pegangan
bagaimana membangun masyarakat desa di Indonesia dengan aspirasi Indonesia. Bab
I misalnya membahas perubahan sosial sebagai syarat untuk pembangunan dengan
jelas disertai contoh-contoh. Bab II membahas kelompok-kerja sebagai inti
dinamika masyarakat, Bab III menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan
dalam melaksanakan satu proyek, Bab IV membicarakan diskusi sebagai alat
mengembangkan demokrasi, tekniknya, persiapannya dan kesulitan-kesulitan atau
halangan yang mungkin ditemukan dalam melaksanakan diskusi. Tidak dilupakan
pula dalam Bab tersendiri (Bab V) diuraikan adanya kelompok-kelompok dan
jenis-jenis pemimpin dalam masyarakat. Koperasi untuk memperkuat perekonomian
rakyat dan usaha simpan pinjam sebagai sumber modal bagi rakyat dibahas dengan
meyakinkan dan sekaligus merupakan koreksi atas apa yang telah terjadi selama
ini. Dan Bab-Bab lain cukup menarik isinya, misalnya Bab IX (Kepribadian yang
dinamis) darl Bab Xll (Latihan pembangunan masyarakat dan permainan dinamika
kelompok) Kasus-kasus.
Buku
yang ditulis "selain sebagai hasil dari bacaan perpustakaan, juga
merupakan hasil dari banyak wawancara, diskusi dan hubungan dengan para lurah
serta tokoh-tokoh masyarakat dari Kabupaten Bandung, khususnya Sumedang dan
Majalengka", dalam berbagai masalah yang dihadapi. Walaupun kasus-kasus
pembangunan yang dikemukakan diolah dari bahan-bahan yang ditemukan di Jawa
Barat, namun aktualitas masalah dirasakan pula pada berbagai daerah. Bila kedua
penulis ini sempat mengumpulkan bahan dari sukses dan kegagalan pembangunan
masyarakat pada berbagai propinsi di Indonesia, maka masalah yang akan
ditemukan tidak banyak berbeda. Buku ini dikatakan merupakan "Buku
Pegangan Bagi Pekerja Pembangunan Masyarakat". Tetapi siapakah petugas
Pembangunan Masyarakat itu? Petugas Pembangunan Masyarakat adalah seorang yang
memberi semangat dan kemampuan kepada masyarakat, agar supaya masyarakat
bekerjasama secara teratur dan efisien. Dengan petugas Pembangunan Masyarakat
dimaksudkan seorang yang berasal bukan dari warga desa/kampung di mana dia
bekerja, melainkan datang dari luar desa itu. Dia adalah seorang ahli dalam
bidang Pembangunan Masyarakat atau dalam bidang lain yang bermanfaat bagi desa.
Dia menurut kedua penyusun buku ini sering disebut orang "pemimpin
konsultan", bukan "pemimpin resmi" atau "pemimpin
solidaris". Walaupun demikian buku ini "juga dapat dipergunakan oleh
pemimpin-pemimpin resmi (pemerintah) dan pemimpin solidaris (tokoh-tokoh
masyarakat), sebab mereka juga berfungsi sebagai petugas Pembangunan Masyarakat.
Mengapa ada negara-negara yang sudah
maju dan ada negara-negara yang masih terbelakang? Karena beberapa negara sudah
mamasuki proses pembangunan modern ini sejak 100 tahun yang lalu, beberapa yang
lain sejak 50 tahun yang lalu dan sebagian besar negara-negara di Asia dan
Afrika baru sejak 15 atau 20 tahun yang lalu.
Menurut pendapat para ahli, semua
negara akan bangun untuk mengadakan usaha-usaha pembangunan yang serius dan
besar. Tetapi negara-negara ini pun memerlukan waktu kurang lebih 100 tahun
untuk dapat mendapati taraf kehidupan seperti di Amerika Utara dan Eropa masa
kini. Kita tidak dapat melompati suatu langkah pembangunan begitu saja.
Pembangunan adalah suatu rangkaian tugas dari beberapa generasi. Ada
pemimpin-pemimpin negara yang mau menempuh jalan yang khusus dan mereka
perkirakan lebih cepat, yang lain dari pada yang lain. Tetapi negara-negara ini
tidaklah berkembang lebih cepat daripada yang lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
penemuan-penemuan teknis yang terhitung banyaknya sejak tahun 1750, telah membawa
perubahan diseluruh dunia. Dari masyarakat agraris dan feodalistis menjadi
maysarakat industri yang demokratis. Komunikasi
massa (lalu lintas, radio, televisi, telepon, buku-buku, surat kabar,
dan sebagainya) dan konsumsi massa (macam-macam barang dan pelayanan) merupakan
akibat daripada industrialisasi ini. Tidak ada negara yang dapat menolak
perkembangan menuju masyarakat modern dengan perekonomian modern ini.
Perubahan sosial tidak selalu
menguntungkan. Kita harus mampu memilih secara kritis dan menilai apa yang
harus diubah demi kemajuan dan apa yang harus dipertahankan, supaya tidak
timbul suatu pengaruh yang merugikan.
Kita dapat mengatakan secara umum,
bahwa pengetahuan dan teknologi modern, etika modern, lembaga-lembaga dan
sistem pemerintahan yang modern kesemuanya sangat berguna bagi manusia. Dengan
perkataan lain: kita harus menciptakan manusia baru, yang mampu menguasai
kemungkinan teknis yang luas, yang tidak bingung dalam dunia maju, tetapi yang
memahami dan mampu mengurus dunia modern ini. Oleh karena itu kita dapat
mengatakan bahwa perubahan-perubahan besar dalam abad ini dapat sangat
menguntungkan, asal kita berhasil mengubah manusianya juga.
Pembangunan tidaklah tergantung dari
pemerintah saja, juga tidak dari modal asing saja, tetapi terutama dari manusia
atau warga negara itu sendiri dan ini berlaku dimanapun juga. Pembangunan tidak
akan berhasil hanya dengan modal dan teknik saja. Kita harus membangun
manusianya pula, supaya manusia ini mampu menyesuaikan pikiran dan tindakannya
dengan dunia yang berkembang, supaya manusia juga mengerti mengenai hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya dalam negara dan juga supaya dia mengembangkan rasa
tanggung jawab dalam perbuatannya. Jikalau dia tidak berbuat apa-apa, dia harus
bertanggung jawab atas tindakannya.
Penyebab utama dari pembangunan adalah
manusia; pengetahuan manusia; kebiasaan manusia; adat; cara berpikir; etika;
sikap manusia; seperti sikap kepada prestasi terhadap ketetapan/ketelitian,
sikap terhadap pekerjaan maupun terhadap tabungan; cara mendidik anak dan
apakah yang kita harapkan dari anak kita.
Jikalau perubahan mental dalam
masyarakat tidak terjadi, tidak akan ada keseimbangan antara kemajuan materiil
dan kemajuan mental. Akibatnya, menimbulkan pertentangan-pertentangan dalam
masyarakat yang dapat menyebabkan pembangunan ekonomi menjadi macet. Penyebab
utama pembangunan adalah manusia, namun manusia pulalah yang akan menjadi
korban utama dari pembangunan yang tidak seimbang.
Tujuan pembangunan mental harus diubah
untuk kepentingan pembangunan, yaitu:
a.
Cara
berpikir irrasiional harus menjadi cara berpikir yang rasional. Orang yang
berpikir irrasional tidak mau melihat atau memakai cara-cara dan alat-alat atau
metode-metode yang sesuai dan memadai untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Contoh:
Ada orang-orang yang sering dalam pidato berbicara mengenai pembangunan,
repelita, masyarakat adil dan makmur, tetapi mereka sendiri tidak berusaha
keras ke arah tercapainya tujuan ini. Mereka percaya bahwa pemakaian
istilah-istilah tersebut secara otomatis menyukseskan pembangunan.
b.
Dari
cara berpikir tidak kritis harus menjadi cara berpikir yang kritis. Orang yang
berpikir kritis menuntut adanya kontrol (pengawasan) melalui suatu manajemen
yang terbuka. Orang yang berpikir kritis menyarankan, bahwa ada juga
kemungkinan-kemungkinan (usul-usul, alternatif) lain yang perlu
dipertimbangkan.
Contoh:
Seorang warga kampung yang kritis, tidak akan langsung memberikan sumbangan
untuk pembangunan mesjid sebelum ada bukti-bukti yang jelas mengenai kebutuhan,
pemakaian dan alasan-alasan yang tepat.
c.
Dari
cara kerja yang tidak metodis harus menjadi cara kerja yang metodis. Orang yang
bekerja secara metodis tidak memulai sesuatu pada hari ini, dan meninggalkannya
besok. Orang yang bekerja secara metodis mempelajari kemungkinan-kemungkinan,
merencanakan langkah-langkah kegiatan dengan teliti, melaksanakannya dengan
giat dan menilai hasil kerjanya untuk memperbaiki cara kerja selanjutnya.
Masyarakat yang bekerja secara metodis, tidak mengadakan pertemuan-pertemuan karena
kbutuhan saja, tetapi secara metodis.
d.
Dari
cara berpikir jangka pendek harus menjadi cara berpikir jangka panjang. Orang
yang berpikir jangka panjang, merencanakan sesuatu sampai 1, 2, 5, 10 atau 20
tahun kemudian. Orang yang berpikir jangka panjang akan mengorbankan waktu,
uang dan tenaga hari ini, supaya ada hasil dimasa depan, menunda kepuasan demokratis, dalam
kebiasaan demokratis, hak-hak kemudian hari.
e.
Dari
cara berpikir yang tidak memperhatikan akibat-akibat dari sesuatu perbuatan,
harus menjadi cara berpikir yang didasari oleh rasa tanggung jawab. Orang yang
mempunyai rasa tanggung jawab akan mlakukan tugasnya dengan 100%. Orang yang
memiliki tanggung jawab akan sadar, bahwa dia dapat memajukan atau menghambat
pembangunan di desa. Orang yang mempunyai rasa tanggung jawab akan sadar
mengenai akibat-akibat perbuatannya, disamping sadar akan akibat dari tidak
berbuatnya apa-apa.
f.
Kebiasaan
feodalistis harus diubah menjadi kebiasaan demokratis. Dalam kebiasaan
demokratis, hak-hak azazi dan kewajiban yang pokok dari semua warga negara
maupun warga desa adalah sama. Menurut asas-asas demokratis, pendapat-pendapat
dari semua warga dihargai. Asas-asas demokrasi bertentangan dengan perasaan
yang menonjolkan gengsi. Jikalau kebiasaan demoratis berlaku, rapat-rapat tidak
dikuasai oleh satu golongan saja.
Sering sekali masyarakat menunjukkan
sikap menentang segala perubahan. Hal ini disebabkan karena:
a.
Ketakutan,
bahwa perubahan-perubahan itu akan menghilangkan dasar pengaruh mereka.
b.
Ketakutan,
bahwa dengan adanya perubahan sosial dan mental itu, mereka akan kehilangan
keseimbangan dalam kepribadian mereka. Keseimbangan ini justru ditimbulkan
karena berani mendengarkan kritik dan mencari objektivitas. Keseimbangan
bukannya berarti bahwa seseorang dapat dengan “ketenangan” (mungkin hanya
ketenangan semu) memegang teguh terus kepribadiannya secara abadi.
c.
Ketakutan,
bahwa dengan perubahan baru, orang harus menghadapi resiko yang amat besar.
Memang pembangunan selalu berarti perubahan, mengandung suatu resiko.
d.
Ketakutan
akan tambahnya pekerjaan dan kesukaran.
Dalam menerapkan perubahan-perubahan
kepada masyarakat perlu diadakannya:
a.
Sasaran
kita, seluruh masyarakat desa. Jika kita ingin melakukan perubahan sosial kita
harus mencoba untuk mengubah warisan mental (etika, adat, kebiasaan, cara
berpikir dan cara menilai) yang dimiliki masyarakat secara bersama.
b.
Metode
kita yang pertama adalah memberi pengetahuan (informasi) baru, menghilangkan
pandangan-pandangan sempit, memperluas pengetahuan dari masyarakat yang
terbatas.
c.
Metode
kita yang kedua adalah mengadakan diskusi-diskusi dalam kelompok-kelompok kecil
mengenai pengetahuan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian baru.
d.
Metode
yang ketiga adalah mengadakan kegiatan-kegiatan dalam kelompok kecil. Jikalau
diskusi dalam kelompok tidak diikuti oleh kegiatan-kegiatan maka akan timbul
kemacetan dan kekosongan dan kebosanan.
e.
Metode
kita yang keempat adalah menciptakan wadah baru, misalnya koperasi, koperasi
simpan pinjam, organisasi wanita, organisasi muda-mudi dengan menggunakan
metode kelompok kerja.
Kecenderungan
terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar yang timbul
dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial
akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan
antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan
dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan.
Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
zaman yang dinamis.